Lihat ke Halaman Asli

Alifia KurniaSari

Mahasiswa Aktif Universitas Airlangga

Indomie Seleraku, Apakah Selera Pula bagi Kesehatanku?

Diperbarui: 15 Mei 2023   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://www.klikindomaret.com/product/mie-instant-7 

Otoritas Kesehatan Taiwan temukan etilen oksida (EtO) dalam bumbu kemasan mi Indomie rasa ayam spesial. Hal tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran bagi para konsumennya. Pasalnya, penggunaan etilen oksida sebagai agen sterilisasi telah lama menjadi kontroversi karena potensi risiko kesehatannya, terutama apabila digunakan dalam produk makanan. Bahan kimia beracun etilen oksida (EtO) umumnya digunakan dalam bisnis untuk menghilangkan kuman dan mikroba lainnya dari makanan dan produk kesehatan. 

Etilen oksida disebut juga sebagai karsinogen, yaitu zat yang dapat merusak DNA, saraf, dan menyebabkan masalah dengan sistem reproduksi. Menurut WHO (World Health Organization), etilen oksida merupakan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker pada manusia meski dalam dosis rendah. Mengkonsumsi mi Indomie yang terkontaminasi etilen oksida dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan yang serius bagi konsumen, terutama jika dikonsumsi secara teratur dalam jangka waktu lama. 

Menurut data dari World Instant Noodles Association (WINA), Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah konsumen mi instan terbanyak setelah Hong Kong. Tercatat dalam periode lima tahun terakhir sampai 2021, konsumen mi instan di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2017, jumlah konsumsi mie instan sebanyak 12,62 miliar porsi. Namun, angka tersebut turun menjadi 12,54 miliar porsi pada tahun 2018 dan turun lagi menjadi 12,52 miliar porsi pada tahun 2019. Kemudian pada tahun 2020 naik menjadi 12,64 porsi dan pada tahun 2021 jumlah konsumsi mi instan di Indonesia mencapai 13,27 miliar porsi. 

Melihat banyaknya konsumen mi instan di Indonesia, maka perlu adanya pemerintah untuk melakukan tindakan sesegera mungkin dalam pengecekan ulang bahan yang terdapat dalam mi instan, khususnya indomie. Pihak berwenang memiliki tanggung jawab untuk melindungi konsumen dari produk yang berpotensi membahayakan. Pemerintah harus segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kontaminasi mie Indomie dan mengambil tindakan yang tepat, seperti menarik kembali produk yang terkena dampak dan mengeluarkan denda atau hukuman lain kepada produsen jika diperlukan. 

Seperti yang sudah tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan pangan yang berbunyi, “bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat; bahwa masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kesehatan.”

Produsen mi Indomie juga dinilai memiliki tanggung jawab untuk memastikan produknya aman untuk dikonsumsi. Penemuan etilen oksida baru-baru ini dalam produk mereka menimbulkan pertanyaan tentang kontrol kualitas dan protokol keselamatan mereka. Mereka harus segera mengambil tindakan untuk menyelidiki sumber kontaminasi dan menerapkan langkah-langkah untuk mencegahnya terjadi lagi di masa mendatang. 

Dilansir dari akun instagram resmi BPOM RI, mereka menegaskan bahwa indomie khususnya rasa ayam spesial aman dikonsumsi. “Indonesia telah mengatur Batas Maksimum Residu (BMR) 2-Ce sebesar 85 ppm melalui keputusan kepala BPOM Nomor 229 tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mie instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada. Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” paparnya.

Menurut sebuah organisasi yaitu Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada dibawah naungan Food and Agriculture Organization (FAO), menjelaskan bahwa Batas Maksimum Residu (BMR) untuk etilen oksida (EtO) dan 2-kloroetanol (2-CE) belum ditentukan. 

Pedoman dari organisasi pada tahun 2019 menyatakan bahwa jika tidak ada batas maksimum tingkat kontaminan, sehingga akan digunakan batas 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg. Penggunaan etilen oksida (EtO) di masing-masing negara memiliki batas maksimum yang berbeda. Di Eropa sendiri telah memiliki standar sebanyak 0,01 hingga 0,1 ppm. Sedangkan, di Indonesia masih mengizinkan etilen oksida (EtO) melalui peraturan BPOM nomor 229 tahun 2022 dengan maksimal 0,01 ppm. Sehingga, bisa dikatakan bahwa kandungan EtO dalam bahan makanan di Indonesia termasuk legal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline