Berkat Surat Edaran Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021, terkait penghapusan hari libur di periode Nataru dan pengunduran libur semester untuk kegiatan akademik, segenap masyarakat Indonesia gempar akan adanya. Tak seperti biasanya, masyarakat Indonesia kini harus melewati Hari Natal dan tahun baru tanpa libur bagi yang merayakan.
Hal ini diberlakukan demi membatasi mobilitas masyarakat di masa pandemi yang masih berlangsung, bertujukan tercegahnya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Khususnya pada kegiatan akademik, diberlakukan pengunduran pembagian rapot dan libur semester pada periode menjelang Nataru. Libur yang diganti jadwalnya ini menggiring Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) untuk tetap dilaksanakan.
Di dalamnya, bisa berisikan materi-materi untuk semester genap, atau juga diisi dengan kegiatan-kegiatan yang memacu perkembangan karakter siswa jenjang PAUD-SMP. Tentunya, dengan beberapa aturan, yakni menjaga protokol kesehatan selama pembelajaran, dan cuti untuk guru ditunda (Harbani, 2021).
Sementara, berfokus kepada siapa-siapa saja yang harus melepas cuti pada hari-hari Nataru ini, mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri, Karyawan BUMN, dan Pegawai Swasta. (Mutiarasari, 2021). Dengan beberapa aturan, yakni salah satunya dilarang bepergian keluar daerah bagi ASN.
Gemparnya ini tentu saja menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Tidak biasanya tidak diberlakukan libur di hari raya membuat mereka berteriak untuk keanehan yang akan mereka hadapi. Apalagi di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan.
Adalah bagus untuk menambah beberapa minggu dalam satu semester untuk kegiatan pengembangan karakter anak, untuk mengarahan mereka ke kegiatan produktif dan bermanfaat. Alih-alih memenuhi tempat liburan dan memicu penyebaran Covid-19. Tujuan meminimalisir mobilitas ini sudahlah tepat.
Namun, diluar kegiatan akademik. Meghapuskan cuti di periode Nataru ini sangatlah merugikan. Hari Natal bagi yang merayakannya bukanlah hari biasa.
Ini merupakan hari raya bagi umat Kristen yang tak bisa ditinggalkan untuk mereka tetap bekerja. Apa lagi di Indonesia, negara yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menutup rapat-rapat Natal dan Tahun Baru Masehi memang mungkin saja meminimalisir mobilitas. Namun, larangan cuti ini kurang tepat diberlakukan untuk mencapai tuju yang diharapkan itu. Lagi pula, lonjakan covid ini bukan hanya terjadi karena adanya Natal dan Tahun Baru saja.
Tempat wisata dibuka di sela-sela PPKM pun, mobilitas dan kasus Covid-19 seketika melonjak drastis. Pun, masih ada cara lain selain memutuskan untuk tetap bekerja di hari raya seperti meutup tempat wisata atau memberlakukan PPKM yang lebih ketat. Sehingga, kasus Covid-19 ini dapat tetap terkendali meskipun sedang ada tanggal besar bagi para penganutnya.