Lihat ke Halaman Asli

Review Buku "Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya" Rusdi Mathari

Diperbarui: 21 Januari 2025   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Book. Sumber ilustrasi: Freepik

 REVIEW BUKU "MERASA PINTAR, BODOH SAJA TAK PUNYA" RUSDI MATHARI

Judul Buku             : Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

Pengarang              : Rusdi Mathari

Penerbit                  : Mojok Buku

Tahun Terbit          : 2016

Tempat Terbit       : Yogya

Tebal Buku             : 226 halaman

Buku ini mulanya adalah kumpulan tulisan berseri di situs web mojok.co, yang ditulis oleh mantan wartawan lepas suatu media, dan bekerja karib dengan dunia penulisan, reportase, serta publikasi. Buku ini cukup memiliki banyak peminat, bahkan sudah keempat belas kalinya buku ini angkat cetak. Kumpulan tulisan dalam buku ini dibagi menjadi dua bagian, yakni "Ramadan Pertama" dan "Ramadan Kedua", setiap babnya memiliki judul sub-bab tersendiri dan memiliki karakteristik dan keunikan di setiap judulnya. Buku ini mengkisahkan Cak Dlahom, seorang lelaki yang dicap "abnormal" bagi masyarakat sekitarnya, Mak Piti dan putrinya, Romlah yang selalu mempercayainya, meski dengan jutaan pertanyaan.

"Mat, sesuatu yang diwajibkan adalah sesuatu yang manusia tidak suka mengerjakannya. Kalau manusia suka melakukannya, untuk apa diwajibkan, Mat?", dialog menarik di sub-bab pertama. Meskipun kumpulan tulisan Cak Rusdi beberapa mengadaptasi dari cerita Cak Nun, atau kisah orang-orang sholih lainnya. Ada dialog atau bahkan monolog lainnya yang cukup membuat pembaca untuk merenung dan berpikir lebih dalam cara berislam. Seperti halnya; "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.... "lalu, kapan kamu menyaksikan Allah?"

Pada halaman 25 buku ini, pembaca dibawa kembali untuk merenungi judul buku ini; "Kamu merasa pintar sementara bodoh saja tak punya". Kalimat yang cukup membuat akal logika sejenak mengangguk dan mengiyakan, karena sejatinya, apakah manusia memiliki kepintaran itu, sementara kadang bisa jadi dia tidak ingin memiliki kebodohan, atau ada narasi, asumsi dan persepsi lain yang terlahir dari dialog tersebut?

Kumpulan tulisan dalam buku ini cukup ringan, karena menggunakan diksi bahasa yang mudah dipahami, meski susunan kata tersebut tersusun menjadi untaian kalimat yang memerlukan keseimbangan akal logika dan kelembutan emosional. Kisah Cak Dlahom turut menjelaskan definisi keikhlasan dengan sebuah dialog; "Sebulan yang lalu? setahun yang lalu? sejak mulai kamu lahir, kamu ingat, berapa kali kamu berak dan kencing? Sampean juga nda ingat to cak? Seperti itulah Ikhlas" 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline