Lihat ke Halaman Asli

Nur Alifah

Mahasiswa Setia Walisembilan Semarang

Kiprah Kutub al-Turats dalam Pesantren

Diperbarui: 15 Juli 2022   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam literature hadits terdapat satu sabda Rasulullah SAW yang sangat fenomenal dan telah akrab ditelinga kita sebagai thalabul ilmi, yaitu "man yuridillahu bihi khairon yufaqqihhu fid din", barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka akan difahamkan dalam agamanya. Memaknai pemahaman dalam agama tentu memahami asas/dasar agama itu sendiri yaitu al qur'an dan hadits serta literature ilmu lainya yang menunjang, untuk memahami hal tersebut harus mampu memahami bahasa arab dengan baik dan benar sehingga maksud dan tujuan dari nash dapat tersampaikan.

Pendidikan yang berbasis kitab kuning (kutub al-turats), Mata pelajaran keagamaan Islam yang meliputi: Nahwu, Shorof, Mantiq, balaghah, Fiqih dan lain sebagainya. Menurut Pandangan para ulama kutub al turats merupakan bagian implementasi dari skenario besar untuk menjadikan pendidikan di Indonesia, khususnya pesantren, sebagai destinasi pendidikan. Sebab, dalam konteks pendidikan Islam secara global, harapan masyarakat dunia terhadap pendidikan Islam masa kini dan masa depan itu berada di Pendidikan Turash. 

Pasalnya, seperti kita saksikan dalam gejolak sosial-politik dan perkembangan keislaman di sejumlah negara muslim belakangan ini, terlebih di kawasan Timur Tengah, kita patut menyayangkan terhadap gejolak tersebut yang mengakibatkan pusat-pusat keislaman pun menjadi redup. Mesir, Libya, Suriah, dan Yaman kini ditimpa musibah konflik yang hingga kini belum usai.

Dalam konteks di atas, terdapat sejumlah alasan mengapa Pesantren menjadi pusat harapan pendidikan Islam di Dunia. Pertama, pemahaman Islam yang berkembang di Pesantren adalah pemahaman Islam yang rahmatanlil'alamin. Islam yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menghargai hak-hak asasi manusia, menghormati ragam budaya dan kultur masyarakat, mengidamkan kedamaian, keadilan, toleransi, dan sikap yang keseimbangan (tawazun).

 Di tengah pelbagai perbedaan dan keragaman sosio-kultural, agama, adat dan budaya, bahasa, dan lokalitas dalam ribuan pulau serta lainnya, namun Pesantren tetap kekar dalam bingkai persatuan dan kesatuan keindonesiaan. Ini menunjukkan pemahaman keagamaan Islam yang berkembang adalah Islam yang damai, toleran, dan menghargai segala bentuk perbedaan.

Kedua, Pesantren bisa menjadi harapan pusat pendidikan Islam dunia oleh karena kita memiliki pondok pesantren. Pondok pesantren ini memiliki konvidensi dan kekuatan yang luar biasa untuk menjadi corong kepada masyarakat dunia. Tentu saja, nomenkaltur kelembagaan pendidikan Islam lainnya bukan berarti tidak memiliki peran dan arti sama sekali, tetapi dalam konteks ini cukup beralasan karena pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang khas (genuin) Indonesia yang mampu menghasilkan intelektual muslim yang berkarakter rahmatanlil'alamin.

Harapan kedepan dalam pelestarian kutub al turats seorang muta'allim mampu menjadikan ajaran ulama salafus sholeh sebagai pandangan hidup, dan mampu melestarikannya. Berakhlak mulia, mampu membaca Alquran dengan baik, mampu menerapkan konsep ibadah dan mu'amalah dasar dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, juga memiliki keterampilan membaca dan memahami kutubut turats,  berkomunikasi, interaksi sosial, dan berjiwa nasionalis.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline