Lihat ke Halaman Asli

Alif MS

Seorang mahasiswa dengan semangat tinggi!

Hikayat dan Cerpen: Perbandingan dalam Intrinsik Mereka

Diperbarui: 4 April 2017   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hikayat merupakan bentuk sastra tradisional yang memiliki ciri khas yang unik, begitu pula dengan cerpen, sebagai sastra modern, yang memiliki cirinya tersendiri. Dalam tulisan ini, saya akan membandingkan unsur-unsur intrinsik yang dikandung dalam cerita-cerita hikayat dengan cerpen. Saya menggunakan ‘Hikayat Raja Kilan Syah dan Putranya’ dan ‘Putri Bulan dan Dewa Laut’ yang alamat tautannya saya cantumkan di bawah tulisan ini.

Hikayat yang saya temukan memiliki tema yang jelas berbeda, dengan hikayatnya yang bertemakan raja yang memiliki anak yang nantinya berkuasa dengan lalim, dan cerpennya yang bertemakan kisah roman antara dua orang yang berasal dari langit dan bumi namun tidak mendapat restu orang tua. Alur mereka sama-sama maju, namun gaya penyampaiannya sangatlah berbeda. Pembawaan cerita dalam hikayat mampu menciptakan suatu gambaran kerajaan zaman melayu kuno yang megah dan memiliki campuran budaya arab dalam kerajaannya, namun dapat dirasakan masalah-masalah yang melanda kerajaan tersebut. Dalam cerpen yang saya baca, pembawaannya ringan dan mudah untuk ditangkap sehingga perasaan yang saya dapat lebih dalam ketajaman cerita cinta yang dibawakan.

Latar yang disajikan memiliki beberapa perbedaan. Dalam hikayat, cerita sangatlah berfokus dalam kegiatan perpolitikan kerajaan dan intrik-intriknya, sedangkan dalam cerpen, kerajaan di sini hanya sebagai moda penyampaian cerita dan hanya menonjolkan petinggi-petinggi kerajaan dan segelintir pengawal. Penokohan yang diberikan tidak jauh  berbeda, hanya saja pada hikayat menampilkan lebih banyak tokoh-tokoh kerajaan dibandingkan cerpen. Karakter yang dimiliki juga layaknya seperti yang sering ditemui di kerajaan.

 

Gaya bahasa yang digunakan jauh berbeda. Penggunaan bahasa dalam hikayat sangatlah unik, dengan menggunakan banyak sekali kata ‘Maka’, dan banyaknya bahasa-bahasa melayu, seperti ‘Hatta’, ‘Syahdan’, dan ‘Wazir’. Kosa kata yang digunakan sungguhlah kaya dan elegan. Berbeda dengan cerpen, bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami dan dimengerti, sehingga pembaca dengan mudah dapat memosisikan diri mereka sebagi pelakon cerita tersebut, membuat cerita lebih berkenang di batin.

Sudut pandang yang digunakan sama-sama sudut pandang ketiga, walau memang dalam hikayat hampir tidak dapat ditemukan yang bersudut pandang pertama. Keduanya turut menampilkan pesan moral yang tersirat, walau dalam hikayat pesan moral yang disampaikan kental dengan unsur-unsur Islami, dan cerpen yang dibaca mengandung pesan moral yang lebih umum dan general. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa dapat ditemukannya garis pemisah yang cukup jelas antara sastra hikayat dengan sastra cerpen.

CERITA RAJA KILAN SYAH SERTA PUTRANYA dengan Putri Bulan dan Dewa Laut

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline