Lihat ke Halaman Asli

ALIF SADEWO

CALON ORANG SUKSES

Dengan Teknologi Bioflok Budidaya Ikan Jadi Lebih Menguntungkan

Diperbarui: 25 Juni 2021   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Bioflok adalah salah satu teknologi budidaya ikan yang sangat baik diterapkan oleh para pembudidaya, pasalnya teknologi ini dapat meningkatkan laba dari pada pembudidaya dengan berbagai kelebihannya. Ini merupakan solusi bagi para pembudidaya untuk mendapatkan keuntungan lebih maksimal dalam budidaya ikan.

Bioflok merupakan teknologi budidaya ikan yaitu teknik budidaya dengan rekayasa lingkungan yang mengandalkan adanya pasokan oksigen dalam air dan kemanfaatan mikroorganisme sebagai pakan alami dan pengurai sisa makanan ikan maupun kotoran ikan yang mengendap pada dasar perairan. Bioflok mengandung protein bakteri dan polyhydroxybutyrate yang dapat meningkatkan pertumbuhan ikan. Bakteri pembentuk flok ini mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga akan sangat sukar dimanfaatkan oleh ikan bila tidak dalam bentuk gumpalan maka dari itu, digunakanlah teknik ini untuk membuat bakteri yang ada menjadi bentuk flok atau gumpalan.

Prinsip dasar bioflok yaitu mengubah senyawa organic dan anorganik yang mengandung senyawa karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N) dan sedikit fosfor (P) menjadi sludge berupa bioflok dengan memanfaatkan bakteri pembentuk flok yang mensintesis biopolymer sebagai bioflok. Teknologi bioflok dalam perairan atau media budidaya memiliki konsep memanfaatkan nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik sehingga tidak bersifat toksik.

Teknik ini sudah banyak diaplikasikan oleh para pembudidaya terkhusus ikan lele karena dapat meningkatkan produktivitas panen menjadi lebih tinggi juga dapat menekan penggunaan lahan dan hemat air. Oleh karena itu, bioflok menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan menjadi cara ekonomis bagi pebisnis di bidang perikanan.

Jika dibandingkan dengan budidaya yang menggunakan sisitem konvensional yang menerapkan metode padat tebar 100 ekor/m3 dengan waktu panen 80 hingga 110 hari untuk panen. Maka dengan menggunakan sistem bioflok ini padat tebar dapat meningkat menjadi 500-1000 ekor/m3 dengan waktu panen yang lebih singkat yaitu 75 hingga 90 hari saja.

 Disamping itu, teknologi ini juga membuat penggunaan pakan menjadi lebih efisien. Missal pada metode budidaya konvensional nilai FCR (Feed Convertion Ratio) berkisar 1,5 maka, dengan bioflok FCR dapat ditekan menjadi 0,8 hingga 1,0. Dengan artian untuk menghasilkan daging ikan 1 kg membutuhkan 1,5 kg pakan pada sistem konvensional sedangkan pada sistem bioflok hanya membutuhkan 0,8 sampai 1 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan.

Teknologi bioflok sangat potensial untuk dikembangkan karna kondisi suber daya lahan dan air yang semakin terbatas. Terlepas dari itu bioflok merupakan teknologi yang ramah lingkungan, hemat lahan, hemat pakan dan hemat air. Dengan teknologi bioflok kondisi kualitas air akan menjadi lebih baik, dan dihasilkan protein sebagai pakan alami untuk ikan. Saat ini ikan yang sering diaplikasikan dalam penerapan teknologi bioflok ini yaitu ikan lele, ikan patin, dan ikan nila.

Sekarang sudah saatnya masyarakat untuk beralih dari budidaya sistem konvensional menjadi budidaya sistem bioflok untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kelestarian dan ketersediaan sumberdaya alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline