Lihat ke Halaman Asli

Susahnya Jadi ARB, Susahnya Jadi Jokowi...

Diperbarui: 18 Juni 2015   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14184331761948431784

[caption id="attachment_340930" align="aligncenter" width="624" caption="ARB dan Jokowi (foto: kompas.com)"][/caption]

Jadi manusia itu susah. Tanyakan itu pada Aburizal Bakrie (ARB). Dan Jokowi.

Di penghujung tahun 2014, nama ARB mendadak populer. Di dunia maya, dia malah mengalahkan Joko Widodo (Jokowi). Iya, ARB kini lebih sering disebut-sebut dibanding Jokowi.

Salah satu yang banyak dibahas--biasanya dengan nuansa sinis--adalah soal "menjilat ludah". Begini ceritanya. Golkar merupakan bagian dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang menolak pilkada langsung, yang dalam voting di DPR mengalahkan pesaingnya Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Belakangan, Presiden RI (saat itu, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono) dihujat banyak orang karena dinilai telah mematikan demokrasi. SBY pun mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada. Saat itu, dalam lobi, KMP secara bulat menyatakan mendukung Perppu. Itu sebabnya Demokrat akhirnya setuju "bergabung" dengan KMP dalam paket pimpinan DPR dan MPR.

Belakangan, terjadi kisruh di partai Golkar. ARB mengadakan Munas yang dipercepat di Bali. Untuk menarik simpati, ARB yang ingin terpilih kembali mengiming-iming para Ketua DPD I dan II, bahwa mereka berpeluang menjadi kepala daerah. Karena, kata ARB, Golkar akan menolak Perppu Pilkada, sehingga kepala daerah akan dipilih anggota DPRD.

Pernyataan ARB, yang dikukuhkan sebagai keputusan Munas memancing amarah Partai Demokrat. PD menuding Golkar menjilat ludah. PD bahkan mengancam akan bergabung dengan KIH.

Belakangan (lagi), ARB mengubah keputusan. Melalui media sosial ARB mengumumkan dukungannya pada Perppu Pilkada, yang artinya mementahkan keputusan Munas.

Keputusan ini ditanggapi sinis sebagian warga Indonesia--terutama para pendukung Jokowi, dengan menuding itu sebagai "menjilat ludah".

Kenapa ARB ditanggapi sinis? Hitung-hitungannya begini. Jika Golkar nekat menolak Perppu Pilkada, PD akan merapat ke KIH, dan diperkirakan itu akan berkembang menjadi koalisi permanen. Bergabungnya Demokrat ke KIH, ditambah (sebagaian besar) PPP akan membuat kekuatan KIH meningkat tajam.

Namun skenario ini bakal bubar jika Golkar mendukung Perppu. Karena jika Golkar mendukung, tak ada alasan bagi Demokrat untuk pindah ke KIH. Dan INI yang membuat pendukung Jokowi berang. Karena jika Demokrat tak bergabung, bisa dipastikan KIH tetap menjadi pecundang dalam setiap voting yang bakal dilakukan!!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline