Lihat ke Halaman Asli

Langit Merah Bata

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13555995471928565894

doc:pribadi

.

Tiket kebebasan terlanjur ditukar segenap jerih payah, terkulai dipangkuannya

Menghadap langit basah penuh gemuruh, menggumpal padat serupa isi dadanya

.

Mata yang digenapi genangan rindu kini terbakar sekam biru

Selebar bentang cakrawala memucat berupa abu-abu

.

Jiwanya kesepian walau ia sebenarnya tak pernah sendiri disini

Seperempat malamnya ia habiskan menulis berlembar-lembar puisi

Berharap terbaca oleh hati yang memiliki kisah sama

Bisa jadi ia akan saling bercerita tentang keping yang terluka

Atau mungkin saja..

berhikayat tentang bagaimana perihnya menderita merasa sepi. Sendirian.

.

Isaknya diam sedu sedan, menatap rembulan yang kini padam

Gemintang terbunuh ribuan tetes air. Terbaca bulir-bulir mengalir

Jarang ia merutuki mengapa malam kadang begitu gelap

Meruntuhkan daun-daun muda lindap,

Padahal..

.

Percuma. Ia tatap mata gelas berkaca. Percuma

Hanya dirinya pantulan disana. Menimba sejauh dalamnya rimba.

Percuma..

Berharap hujan segera reda. Kemudian semua kembali semula

Saat sempurna tak ada siapa-siapa..

..

Dido -White Flag-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline