Lihat ke Halaman Asli

Sisi Lain Jurnalis

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wartawan Juga Sebagai Jurnalistik

Berdasarkan pada prinsip mendasar jurnalistik, seperti yang kita ketahui bersama istilah jurnalistik khususnya pengertian arti kata wartawan sebagai profesi sering kali disalahartikan pada hal yang mengarah kepada sifat negatif dan cenderung terkesan merendahkan profesi kewartawanan tersebut. Dunia pers di Indonesia sendiri cukup kewalahan menangani adanya sejumlah penyimpangan dari profesi seseorang yang mengaku dan mengklaim dirinya sebagai "wartawan".

Seperti kita ketahui dalam istilah atau pengetahuan umum, wartawan adalah orang-orang yang pekerjaannya mencari berita. Berita-berita yang dicari dan ditulis oleh wartawan selanjutnya dikirmkan ke meja redaksi media atau pers untuk dipublikasikan. Kegiatan mencari berita, mengolah berita, menulis berita dan menyusun berita tersebut akhirnya menjelma atau menjadi sebuah profesi. Jadi, orang yang menjalankan profesi itulah yang disebut sebagai "wartawan".

Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, tetapi mereka harus memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Wartawan adalah orang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, rasa keterlibatan besar terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memiliki integritas, cermat, andal, siaga, disiplin, serta memiliki keterbukaan. Sebagai orang yang senantiasa bersentuhan dengan publik, wartawan dalam menjalankan profesinya diikat oleh norma dan aturan-aturan yang berlaku di tengah masyarakat. Wartawan pun harus menghormati etika dan kaidah-kaidah yang ada, termasuk menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disepakati bersama oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia, di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006, dan ditetapkan oleh Dewan Pers pada Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2006, melalui Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006, tentang Kode Etik Jurnalistik.

Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1996 Pasal 1 dan 3 juga dengan jelas disebutkan bahwa:

"Kewartawanan ialah pekerjaan/ kegiatan/ usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain-lain sebagainya untuk perusahaan, radio, televisi dan film", Sedangkan dalam pengertian sempitnya, kewartawanan bisa difahami sebagai kegiatan yang berhubungan bentuk penulisan untuk media komunikasi massa (media of mass communication). Dalam pengertian ini dikenal misalnya istilah new journalism atau jurnalisme baru.

Dari itu semua walau pun wartawan mendapat perlindungan khusus, wartawan juga harus selalu menaati kode etik jurnalistik yang sudah ada. Jangan sampai berfikiran karena mendapatkan perlindungan oleh undang-undang wartawan itu semena-mena dalam bekerja dan tidak berpatokan kepada kode etik jurnalistiknya. Wartawan butuh ketrampilan sosial untuk menjalin kontak & wawancara dengan banyak orang di berbagai sektor & kesempatan. Wartawan harus punya rasa ingin tahu, tabah, imajinatif, berani, siap menantang stereotip, berani membongkar mitos dan kebohongan. Ada kesan pekerjaan wartawan itu glamor, serba wah & sulit. Artinya, pengetahuan yang dalam, luas dan otak yang cerdas memang menjadi kebutuhan mutlak untuk menjadi wartawan. Biasanya orang yang berpendidikan tinggi memenuhi syarat ini. Tapi tidak semuanya memenuhi syarat ini. Sebaliknya, orang yang sekolahnya tidak beres namun mampu memenuhi syarat-syarat yang mendukung kreteria sebagai wartawan, tentu saja akan mampu menjalankan profesi sebagai wartawan. Persoalannya, di negeri ini syarat formal masih menduduki prioritas dibanding syarat kemampuan nyata. Prinsipnya, pekerjaan wartawan sangat erat berhubungan dengan sisi moral, tanggung jawab sosial & juga etika. Karena Jika seorang jurnalis menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara sumber dan rekan se-profesinya.

Penerapan kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang diharapkan, yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik terkadang memandang kode etik sebagai pajangan yang kaku. Namun terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya ada pada dunia jurnalistik tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot, popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa. Kebebasan pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh kode etik jurnalistik, tetapi terdapat aturan lain yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari penyimpangan tersebut. Sebagai mana juga wartawan adalah salah satu bagian yang sangat di butuhkan oleh sebagian khalayak untuk mengetahui sebuah informasi yang sangat hangat terjadi di permukaan public, dan semua orang mengetahui pekerjaan wartawan yang sangat simple contohnya mulai dari cara ia berpakaian sampai menentukan suatu tema yang menarik untuk diberitakan kepada khalayak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline