Lihat ke Halaman Asli

Ledakan Bom Gereja di Solo; Sebuah Peringatan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar satu jam lalu, beredar SMS tentang peristiwa adanya ledakan bom di salah satu Gereja daerah Kepunton Solo. Sementara ini dipastikan satu orang tewas dalam ledakan tersebut, dan ada setidaknya sepuluh orang mengalami luka berat, termasuk ayah teman saya yang akan melakukan  kebaktian di gereja tersebut. Ini adalah peristiwa yang diluar kebiasaan. Walaupun selama ini Solo merupakan basis terbesar -bagi mereka yang dianggap- "teroris".

Sejak kerusuhan Mei 1998, Solo merupakan daerah yang kondisinya "aman terkendali" berbarengan dengan Yogyakarta yang minim konflik. Namun yang selama ini menjadi ganjalan dan selalu menjadi sorotan adalah di Solo yang tepatnya di Ngruki, adalah tempat pesantren dari Abu Bakar Baasyir berada. Setiap ada peristiwa teror, sejak kejadian bom Bali I maupun bom Bali 2, semua perhatian tertuju kearah pesantren itu. Stigma inilah yang kemudian terbangun dan berdampak negatif bagi sebagian golongan tertentu. Banyak perdebatan dan ikhtilaf mengenai itu, dari istilah jihad, keyakinan beragama, sampai anti Zionisme beserta sekutunya.

Seperti yang telah kita ketahui, pada tanggal 16 Juni 2011 yang lalu  Abu Bakar Baasyir telah divonis 15 tahun penjara setelah menjalani penangkapan yang kontroversial sekaligus persidangan selama berbulan bulan. Landasan pola fikir mengenai syariat Islam kemudian dibawa ke ranah hukum sebagai pembelaan beliau, menurut saya adalah lebih ke arah fanatik yang berlebihan yang nampak daripada kepiawaian dalam menghadapi tuntutan hukum pidana.

Kenapa dua peristiwa ini kemudian yang pertama muncul untuk dikaitkan? Karena apapun bentuk serangan yang diduga bom bunuh diri maka arah pandangan langsung menuju pada satu kata, terorisme. Dan seperti sebuah jalur lurus, keidentikan terorisme di Indonesia langsung mengarah pada Jama'ah Islamiyah. Bukan hanya di Indonesia, dibelahan dunia manapun itu yang dijadikan kesepakatan dalam hati, paling tidak kesepakatan awal sebuah analisis. :) Memang, banyak upaya untuk membalikkan hal itu, definisi kata jihad yang menjadi ujung permasalahan diperjelas kembali. Namun justru itulah yang kemudian malah menambah pembenaran adanya anggapan tersebut.

Selain hal yang tidak terduga, yaitu Solo yang asalnya menjadi basis kemudian juga merangkap predikat sebagai target. Seperti bisa dikatakan, bahwa "mereka sudah beraksi dihalaman rumah mereka sendiri". Maka ada satu hal lagi yang patut diwaspadai, bahwa regenerasi "kelompok yang dianggap sebagai teroris" masih ada, dan masih mampu melakukan aksinya. Walau, dari waktu ke waktu selama ini intensitasnya semakin jarang dan semakin kecil pula kemampuan mereka, dalam artian skala teror yang dihasilkannya. Namun, hal itu semua adalah dugaan semata. Kita berharap, Polisi dapat cepat mengungkap peristiwa dibalik itu, karena bila salah dalam memahami peristiwa yang tidak kunjung jelas akan memicu  issunya yang sangat rentan. Dibalik kalem dan ketenangan Solo, jangan sampai terusik oleh hal yang semestinya bisa dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline