Lihat ke Halaman Asli

Politik "Nyegik"

Diperbarui: 17 Mei 2017   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi 1000 lilin, selain mengingatkan pada lagu “Lilin-lilin Kecil” karya James F. Sundah, tapi tulisan ini, bukanlah membahas tentang aksi tersebut. Namun tentang cerita bagaimana cara mengumpulkan uang dengan cara pesugihan. Yaitu menggunakan ilmu memuja pada siluman, seperti babi atau bagong kini masih ada. Cara mencari kekayaan ini, di tatar Sunda disebut dengan nyegik,. Orang yang melakukan pesugihan ini, harus menjadi babi terlebih dulu.

Penggunaan lilin ini, sebagai pengganti dari penggunaan lentera, cempor (lampu templok) atau sejenisnya. Namun, meski jaman sudah modern, pengunaan nyala api ini, tidak bisa diganti dengan nyala lampu dari batre atau lampu LED.

Menurut cerita, dalam melakukan praktik nyegik ini, di rumah pelaku pesugihan nyegik, ada yang menjaga lentera atau lilin yang di tempatkan dalam baskom yang diisi air. Biasanya tugas ini, dilakukan sang istri sedang suaminya menjelma menjadi babi atau bagong.

 Jika nyala lilin atau lentera berkedip-kedip, keadaan ini sebagai adanya tanda bahaya. Maka harus segera di padamkan. Tentu saja si istri harus tetap terjaga, apabila lalai misalnya ketiduran, ketika matahari terbit maka si suami akan tetap menjadi babi atau bagong. Itulah sebabnya, ada yang disebut babi atau bagongkajajaden (babi jadi-jadian).

Salah satu ciri orang yang mencari kekayaan ini, selalu merenovasi rumahnya. Akan tetapi, ada bagian saja yang tak pernah diselesaikan. Misalnya membangun ruang tamu atau ruang dapur, maka ada yang dibiarkannya terbengkalai. Seolah kehabisan dana.  

Beberapa waktu lalu, para anggota dewan yang terhormat seringkali ingin tempatnya bekerja nyaman. Sehingga seringkali ingin direnovasi. Agaknya yang berada di gedung DPR juga melakukan ilmu pesugihan nyegik.

Dapat kita rinci waktu itu, keperluan untuk anggota dewan. Berapa dana untuk renovasi ruang Banggar, berapa dana untuk renovasi toilet, berapa dana untuk mencetak kalender, anggaran untuk vitamin kebugaran para anggota dewan, anggaran untuk pewangi ruangan, serta anggaran-anggaran lainnya agar para anggota dewan bekerja dengan “genah tumaninah”.

Padahal semua yang digunakan adalah uang rakyat. Masyarakat pun sudah mengetahui, bahwa rumor segala proyek untuk perbaikan itu, dilakukan rekanan anggota dewan yang dilakukan dengan jurus “3 D”, yaitu “deukeut” (dekat), “deuheus” (kerabat) dan “duit” (uang).

Ketika semua proyek-proyek itu, gagal untuk dianggarkan, maka beralih pada proyek yang dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah pembuatan e-ktp. Ketika terbongkar, maka blingsatan para bagong kajajaden ini. Bahkan sekarang ini, mereka menolah dengan mengajukan hak angket.

Barangkali inilah yang disebut “politik nyegik”. Layaknya seekor bagong kajajaden. Mengisap dana-dana dari rakyat untuk keperluan yang belum mendesak. Terlebih ditengarai: menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), para politikus sudah taki-taki (siap siaga) untuk mengumpulkan uang demi melanggengkan agar tetap duduk di kursi empuk. 

Mengingat ini, seorang politikus kawakan pernah melontarkan jokes. Bahwa pantas saja toilet di gedung wakil rakyat sekarang banyak yang rusak, karena tersumbat amplop-amplop bekas uang suap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline