Lihat ke Halaman Asli

Menjelajahi Trans Celebes dengan Sepeda (3)

Diperbarui: 1 April 2017   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jalan menuu arah Tentena

“Hati-hati kalau memasuki Poso,” sebuah sms masuk ke hp jadul saya. Kekhawatiran dari adik saya yang di Jakarta. Namun dari informasi keadaannya sudah aman. Terlebih saya tak akan memasuki kota Poso, karena 3 km sebelum masuk ke kota yang sering diberitakan banyak kerusuhan itu, saya berbelok memasuki ke arah Tentena menuju Danau Poso.

Awalnya saya agak kecewa setiba di Tentena. Kok, danau Poso hanya sebegini? Di pinggir danau penuh warung. Padahal saya ingin berkemah lagi seperti di Danau Tondano. Rasanya tak ada bagian yang indah di danau ini. Selain ada sebuah perahu yang tertambat, juga ada keramba-keramba untuk ternak ikan. Hanya paling menarik ada jembatan yang terbuat dari kayu yang diberi atap. Jembatan ini, merupakan jembatan lama yang kini jadi ciri khas Kota Tentena.

Padahal untuk mencapai kota ini, butuh perjuangan yang melelahkan. Tanjakan mulai dari Kecamatan Pandiri dengan rute jalan mengikuti lekuk pegunungan. Paling mengesalkan, ketika jalan terasa menurun tapi masih tetap digowes, hingga saya memeriksa kedua roda ban sepeda. Seperti ban terjepit rem. Ternyata ketika menengok ke belakang jalan memang menanjak.

jalan yang menanjak dan sepi seringkali dijumpai ketika bersepeda trans Sulawesi

Selain itu, tak ada warung makanan yang non-ikan. Hanya ada warung yang jualan telur rebus. Beruntung ketika membeli air minum di tempat lain, pemilik warung memberikan secara gratis dua buah pisang yang tergeletak di meja.

Menuju ke Tentena, berarti saya mulai memasuki jantung pulau Celebes. Suasana rimba makin terasa. Lembah yang dalam dipenuhi pepohonan yang tinggi menjulang. Terdengar suara gemuruh air dari arah bawah ditingkahi suara burung entah jenis apa.

Tiba di Tentena menjelang jam 5 sore. Kali ini, saya tak memilih istirahat di masjid, namun sebuah Guest House sederhana bertarip Rp 50 ribu. Meski di sini, ada masjid cukup besar. Letaknya tak sepelemparan batu dengan sebuah gereja. Namun saya ingin benar-benar istirahat. Tanpa berbincang setelah salat Isya, yang terkadang sampai larut malam.

Duh, ketika mengambil uang lewat ATM, di sebuah bank  ternyata tak ke luar. Padahal perbekalan sudah menipis. Gawatnya, kalau mau mengurus error ini, menunggu dua hari sampai Senin. Saya putuskan besok, tetap melanjutkan perjalanan menyusuri danau Poso.

dscn0824-min-jpg-58ddae066ea83473048b4568.jpg

Awalnya saya mengira: Danau Poso mengalami penyusutan. Ternyata dugaan saya keliru, danau Poso begitu luas. Bagian danau di Kota Tentena hanyalah seperti ekornya. Sekiranya saja kemarin melanjutkan gowes lagi, saya akan menemukan tempat kemping seperti di Danau Tondano.

Namun, saya menjumpai hal yang tak terduga. Ada perkampungan masyarakat Bali yang bertransmigrasi sejak tahun 1978. Salah satunya Gusti Ngurah Gurem, yang berasal dari Tabanan Bali. Ia dan anak gadisnya sedang mempersiapkan sebuah upacara di sawah miliknya.

dua orang transmigrasi asal Bali menggarap sawah dekat danau Poso

Para transmigran dari Bali ini, merupakan transmigran yang ulet bekerja. Sawah, kebun kakao atau coklat serta cengkeh menjadikan mereka makmur. Namun segala adat-istiadat asalnya tak luntur. Bangunan pura nampak di setiap rumah mereka. Juga klangenan mereka terhadap ayam dengan kurungannya khas Balinya. Disini, saya seperti menemukan sepotong ranah Bali di pulau Sulawesi. Sayangnya, saya tak mengabadikan semuanya, karena kartu kamera telah penuh.

Sebuah Pure di Pinggir danau Poso

Duh, ada yang saya lupa! Persediaan air di bidon hanya tinggal sedikit ketika terus menyusuri jalan di pinggir Danau Poso. Pada perkampungan terakhir di desa Tapia tak ada satu warung pun yang buka. Lebih celakanya, saya mengira: menyusuri danau Poso sudah berakhir disini. Ketika saya tunjukan peta pada seorang warga, saya masih berada pada bagian pertengahan jalan di pinggir danau.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline