Ekranisasi sudah tidak asing dalam studi sastra, Istilah 'ecran' berasal dari bahasa Perancis yang artinya layar tidak jauh berbeda dengan makna sebenarnya. Sapardi Djoko Damono mendefinisikan ekranisasi sebagai alih wahana, yaitu pemindahan karya seni dari satu jenis ke jenis lain. Oleh karena itu, ekranisasi dapat diartikan sebagai pengubahan karya sastra menjadi film. Proses transformasi ini terjadi dari cerita pendek ataupun karya sastra lainnya (novel, cerita pendek, biografi, dan puisi). Pada prosesnya karya sastra menjadi film membutuhkan imajinasi yang lebih mendalam. Perubahan tersebut merupakan akibat dari perubahan penggunaan media, yang awalnya berasal dari kata-kata lalu diubah menjadi gambar bergerak dalam film. Hal ini tentu menyebabkan adanya beberapa pengurangan atau penambahan beberapa adegan dari karya aslinya.
Indonesia sendiri memiliki banyak film hasil dari proses ekranisasi. Sebut saja seperti, Ayat-Ayat Cinta, Eiffel I'm in Love, Filosofi Kopi, Perahu Kertas, dan banyak lagi yang lainnya. Dari segi genre, sebagian besar film hasil ekranisasi di Indonesia kental dengan tema romansa, drama, dan komedi. Prioritas yang diubah dari karya seni lainnya merupakan karya yang sebelumnya telah laris di mata publik. Artinya sebuah karya sastra yang telah terjual banyak, lebih mudah untuk produser film menjadikan proses ekranisasi ini dapat berhasil. Seperti para penggemar yang sudah membaca, akan menjadi penonton filmnya, juga terbayang siapa aktor dan aktris yang pas untuk membintangi film tersebut. Tentu saja secara garis besar cerita tersebut tidak diubah inti dari cerita dalam karya sebelumnya. Pemindahan cerita ke dalam film divariasikan bersamaan dengan penulis dan sutradara untuk membuat daya tarik lebih bagi pembaca dan penonton.
Salah satu cerpen yang mengalami proses ekranisasi adalah cerpen "Doa yang Mengancam" karya Jujur Prananto ke dalam film "Doa yang Mengancam" karya Hanung Bramantyo. Cerpen ini termasuk dalam Buku Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas 2002. Film tersebut bergenre drama religi, dengan tidak merubah intinya yang mempertanyakan kehadiran Tuhan. Dibintangi oleh akting Aming sebagai pemeran utama, Ramzi, Titi Kamal, juga beberapa artis terkenal lainnya, membuat film ini berhasil dirilis pada 2008. Ketika mengalami perubahan oleh sutradara Hanung, nama-nama tokoh, penambahan tokoh, perubahan peristiwa, dan latar tempat menjadi perhatian yang utama, andaikan sebelumnya para penonton telah membaca cerita ini.
Cerita diawali dengan Monsera yang merupakan orang miskin di Kota Ampari, meminta doa kepada Tuhan setiap hari, agar merubah nasibnya menjadi lebih baik, namun sudah sekian lama ketika doa-doanya hanya angin lalu bagi Tuhan. Untuk terakhir kalinya Ia mengancam Tuhan untuk mengabulkan doanya pada esok hari. Monsera sebelumnya memiliki istri, namun kekecewaan istrinya membuat perempuan itu pergi. Berhari-hari ketika Monsera "tersesat" dan akhirnya tergeletak kalah oleh kekuatan alam. Hujan besar turun dan petir menyambar Monsera. Paginya seseorang mendapati Monsera yang tergeletak tak berdaya, dan dikabarkan meninggal, namun ia hanya mati suri. Dirawat oleh keluarga lain, keadaannya mulai membaik. Lalu ia mengambil bingkai foto yang dimiliki keluarga tersebut. Monsera menanyakan anak yang di foto tersebut, Sinaro menjelaskan bahwa anaknya sudah lama hilang, dan tidak tahu bahwa anak tersebut masih hidup atau sudah tiada. Monsera bersikeras bahwa dia bisa melihat anak itu masih hidup di Rodamar.
Pada bagian pertama, perubahan yang terjadi ketika berubah menjadi film adalah nama tokoh, nama latar, dan tokoh tambahan. Pemeran utama Monsera menjadi Madrim (Aming), dan ia dijelaskan bahwa memiliki pekerjaan dengan upah minim di Pasar, mempunyai kerabat bernama Kadir (Ramzi) sebagai seorang religius dan penolong Madrim. Sinaro pada ceritanya bukan siapa-siapa, namun dalam film, ia berubah menjadi Kepala Desa yang dibintangi oleh (Jojon). Pada nama latar berubah dari Kota Ampari menjadi Desa, dan Kota Rodamar menjadi Kota Jakarta. Beberapa adegan dan cerita diubah, seperti kendaraan yang digunakan saat menjemput anak Kepala Desa, dari menggunakan kuda pada cerpen menjadi mobil dalam film. Hal ini terjadi akibat pemodernan cerita sesuai dengan situasi saat film ini dibuat.
Cerita berlanjut ketika Madrim dikenal sebagai "paranormal" akibat tersambar petir sebelumnya. Hanya dengan melihat sebuah foto, ia dapat tahu keberadaan orang yang hilang, dan juga dapat melihat masa lampau. Akhirnya ia ditugaskan oleh kepolisian untuk mencari penjahat yang tidak bisa ditangkap dengan mudah. Mafia mencoba menculik Madrim untuk menggagalkan aksi jahatnya, namun perubahan terjadi ketika Mafia ingin menggunakan jasanya dan menawarkan kerjasama, akhirnya Madrim tergoda atas upah yang diberikan Mafia lebih besar, dan menjadikannya kaya raya.
Pada bagian kedua, Madrim dalam cerpen hanya membantu orang-orang dan berakhir dengan ditugaskannya dia di kepolisian, namun dalam filmnya, alur cerita menjadi lebih panjang ketika ia diculik oleh Mafia, dan menjadi tangan kanan ketua Mafia tersebut untuk melancarkan aksi jahatnya. Pada bagian ini, cerita lumayan berputar-putar dan banyak adegan yang tidak terlalu penting. Mungkin sengaja untuk mengulur-ulur waktu tayang film supaya lebih panjang.
Adegan selanjutnya sama, baik pada cerita maupun filmnya. Ketika Madrim kembali untuk menemui Ibunya, yang telah lama ia tinggalkan. Ketika ia mengambil sebuah foto ibu Madrim, gambaran masa lalunya terungkap, Ibunya merupakan pekerja seks komersial dan Madrim pun kesal meninggalkan Ibunya kembali. Perbedaan hanya di nama tokoh Lastina dalam cerpen, berubah tanpa memiliki nama menjadi Emak (Nani).
Madrim lalu mengancam kembali Tuhan untuk membebaskan keahlian melihat masa lalu dan sekarang, menjadi manusia biasa kembali. Hari berlalu dan doa Madrim tidak juga dibalas. Ia pergi bersama Kadir pergi ke Diskotik untuk menghilangkan kegelisahannya, ketika menenggak beberapa minuman, ia beranggapan bahwa keahliannya adalah pemberian oleh setan, dan ia mengancam setan untuk mengembalikkannya pada keadaan semula, kalau tidak ia akan kembali mengabdi pada Tuhan. Dan berakhir saat komponen kipas yang lepas menimpa kepala Madrim, dan dibawa ke Rumah Sakit. Pada bagian ini, terjadi penambahan supaya cerita semakin terbayang. Cerpennya hanya membahas bagian mengancam dan tidak ada percakapan bersama Kadir. Latar tempat berbeda cerita dengan filmnya. Ketika sesudah meminta doa, pada filmnya Madrim pergi ke Diskotik, dan ia mengalami kecelakaan kepalanya tertimpa, tetapi pada cerpen, Madrim kembali tersambar petir dan kembali mati suri.
Lalu selanjutnya Madrim dirawat di Rumah Sakit dan juga memiliki suster pribadi bernama Ernis. Tanpa foto Madrim sekarang mampu melihat masa depan hanya dengan melihat orangnya, suster Ernis diberitahu bahwa akan hamil, setelah sekian lama tidak bisa hamil. Ternyata tebakannya benar kembali. setelah sembuh Madrim diberikan kabar oleh Ernis.
Penambahan alur kembali terjadi saat Madrim kembali bekerja bersama Mafia dan kekayaannya semakin tidak karuan, namun ia tidak bisa menikmati kekayaannya dengan bebas.