Lihat ke Halaman Asli

Mengenalkan Gempabumi kepada Generasi Usia Dini

Diperbarui: 20 April 2017   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai salah satu negara yang memiliki aktivitas kegempaan cukup tinggi, Indonesia wajib memiliki langkah mitigasi bencana gempabumi yang memadai mulai dari kekokohan bangunan yang mampu menahan goyangan gempabumi, jalur dan tahapan evakuasi yang efektif ketika gempabumi terjadi, serta edukasi perihal gempabumi dan latihan tanggap bencana gempabumi kepada masyarakat luas.

Hingga saat ini, belum ada satu pun negara di dunia yang memiliki teknologi modern untuk memprediksi gempabumi secara akurat. Kita harus selalu siap menghadapi gempabumi yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Salah satu segmen masyarakat yang berisiko terkena ancaman gempabumi adalah para siswa-siswi sekolah. Gempabumi dapat saja terjadi pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung di sekolah. Bertolak dari situasi tersebut, sudah semestinya pemberian edukasi mengenai gempabumi kepada para siswa sangatlah penting. Selain itu, melakukan pelatihan tanggap bencana gempabumi secara rutin di sekolah-sekolah juga tak kalah pentingnya.

Selama ini, langkah dari BMKG untuk memberikan edukasi dan sosialisasi perihal gempabumi selain dari media cetak, elektronik, dan digital adalah melalui lokakarya Gladi Ruang Mitigasi Bencana Gempabumi dan Tsunami yang dilakukan di daerah tertentu yang rawan akan gempabumi dan pesertanya berasal dari beberapa pihak yang berada di sekitarnya seperti sekolah-sekolah, Polisi, TNI, Pemda, Dinas Kesehatan, BPBD, dan Masyarakat umum. Adapun kegiatan lain adalah berupa kunjungan sekolah-sekolah ke kantor BMKG untuk belajar mengenai gempabumi yang dilakukan atas inisiatif dari pihak sekolah tersebut. Solusi lain yang dirasa perlu untuk dilakukan adalah dengan menambahkan mata pelajaran khusus mengenai bencana gempabumi beserta mitigasinya ke dalam kurikulum sekolah. Selain itu, simulasi bencana gempabumi juga perlu dilakukan secara rutin di sekolah.

Metode serupa bahkan telah diterapkan oleh negara Jepang setelah gempabumi besar menghantam daerah Kobe pada tahun 1995. Kala itu gempabumi Kobe menelan korban lebih dari 6.000 jiwa. Negara sakura itu akhirnya dapat menurunkan jumlah korban bencana gempabumi yang terjadi setelah setelah gempabumi Kobe sejak dimasukkannya mata pelajaran dan pelatihan tanggap bencana gempabumi pada kurikulum sekolah.

Diharapkan dengan memasukkan edukasi dan pelatihan rutin evakuasi bencana gempabumi ke dalam kurikulum sekolah dapat mengurangi korban jiwa akibat gempabumi. Mengapa harus para siswa sekolah? Karena mereka adalah generasi penerus bangsa ini di masa depan. Dengan mengenalkannya sejak dini dapat membentuk karakter generasi muda yang siap menghadapi bencana gempabumi. Bahkan, ketika mereka beranjak dewasa nanti dapat menjadi perpanjangan tangan BMKG untuk membantu mengedukasi masyarakat umum tentang gempabumi. Semua ini bertujuan untuk menyadarkan kita bahwa gempabumi tidak dapat dihindari dan kita harus siap menghadapinya kapan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline