Lihat ke Halaman Asli

Alina Widya

Penyuka wangi puisi

"Dilan 1991", Cuma Ngegombalin dan Ngejagain Jodoh Orang?

Diperbarui: 3 Maret 2019   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CNN Indonesia

Jika melihat Dilan 1990 pasti nggak ada yang menolak jika saya sebut film itu romantis dan memorable. Kisah cinta di tahun 1990, ehmm..  saat itu mungkin saya juga beranjak remaja aih.. jelas tahu banget bagaimana suasananya meski tidak berada di kota yang sama. 

Saya tahu bagaimana pakaian casual yang ngehits tahun itu, denim!. Saya tahu cara pakai seragam yang ngehits saat itu, lengan digulung!. Saya juga tahu bagaimana telepon box koin menjadi pertemuan yang paling asyik selain berangkat dan pulang sekolah bersama. Kalau untuk setting lokasi, akting semua pemain dan pernik-perniknya sih cuma acungan jempol yang bisa saya berikan. Semuanya keren!

Sayang di Dilan 1991 semua yang tadinya apik dan menarik, ditengah-tengah cerita ada Benni yang diperankan Brandon Salim, duuh..eman-eman banget secakep Brandon cuma jadi figuran naik perahu makein jacket doang.. eh, dibayar berapa ya dia?haha... trus ada Yugo yang diperankan Jerome Kurnia yang guantengnya selangit namun  suka 'nyosor' sama Milea trus menghilang setelah minta maaf, hihh...padahal saya berharap tetep ada konflik diantara mereka..secara nih yaa..

Kalo Melea putus sama Dilan saya ikhlas kok kalo Milea jadian sama Yugo..hoho....Lalu juga ada pak Guru, siapa ya namanya saya lupa?, yang jatuh cinta sama Milea. Bagaimana kelanjutannya? kasih endingnya dunk, Bikin kek dia nggak sanggup melihat kemesraan Dilan dan Milea trus sang guru pergi, resign atau menerima cinta guru lain yang ternyata diam-diam suka, halah...  insting nulis saya sedikit gemes karena orang-orang yang sebenarnya berpeluang untuk menjadi bagian lebih cetar, lebih nggemesin dan menguras emosi penonton dalam film ini justru jadi geje, nggak jelas sampai di akhir cerita.

Trus, tiba-tiba muncul tokoh Hardi yang nggak jelas juga asal-usulnya, eh atau saya yang ketiduran di kursi cineplex yang nyaman dan adem maksimal yak, sampe nggak bisa mengikuti darimana datengnya pria dewasa yang 'ujug-ujug' jadi tunangannya Milea?

Haduuh..kasih kek sedikit 'scene' yang menggambarkan pertemuan mereka atau ambil aja seseorang dari masa lalu, Benni misalnya, jadi penonton nggak mikir-milir lagi siapa dia? dapet dari mana? nemu dari mana?.  Oiya, saya lupa kalau novelnya diangkat dari kisah nyata, jadi ya manut saja sama takdir kisah cinta Dilan dan Milea.

Namun kang Pidi Baiq sebagai penulis harusnya bisa memberi efek lebih dramatis dalam cerita ini, karena kesannya sepanjang nonton tuh nggak ada sedikitpun adrenalin saya bergerak alias flat. Kenapa sih nggak ditunjukin adegan perkelahiannya? Kenapa sih kalo genk motor kok nggak ada adegan yang bernuansa 'action' nya? 

Kenapa sih kalo kisah cinta kok nggak ada adegan mesranya, masak beraninya cuma adegan Yugo mencium Milea  tapi tiba-tiba di 'cut' ehmm.. mungkin takut sama pak Ridwal Kamil ya? atau memang standart adegan mesra saya aja yang ketinggian, kebanyakan nonton Liv Tyler dan Ben Affleck dalam Armageddon, wataww!! Jadi, selama nonton saya nungguuuuu kapan nih ada klimaks yang bikin hati deg-deg-plas-byuuurr......

Ada satu lagi adegan yang menurut saya sangat dipaksakan., waktu Dilan berpamitan karena telah dipecat dari sekolah. Di adegan yang cuma satu-satunya ada pak Ridwan Kamil, namun 'scene' yang cuma satu-satunya justru ternoda dengan prilaku para guru yang menurut saya humornya kurang mendidik..cieeh..bu guru mulai protes!, maaf saja, Ruang Kepala Sekolah itu bagi kita adalah ruang yang resmi dan mungkin paling ditakuti. 

Mbok ya humornya yang mendidik gituuh!  Komedian sunda itu menurut saya lucunya naturaaal banget, lihat saja Kabayan, Kang Engkus, alm Jojon, Kang Ibing, Rina Nose, Sule semuanya lucuuuu. Tapi yang saya lihat di film itu nggak lucuuuuu blas!

Nggak tahu nih apakah Cerita Milea di film selanjutnya menunjukkan sesuatu yang indah dan enak dilihat atau malah sebaliknya. Yang jelas film ini ditonton oleh dua kelompok usia, orang tua dan anak muda. Jadi mereka sesuai kelompok masing-masing akan melihat dan menilai film ini dari sudut pandang usia masing-masing. Jadi kalau yang tua merasa film yang endingnya bingung  ini bagus tapi kurang seru, bagaimana dengan yang masih muda??




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline