Lihat ke Halaman Asli

Ali Arramitani

ala bisa karena biasa

Tumang, Nilai Mistis dan Filosofisnya Bagi Suku Tengger di Bromo

Diperbarui: 17 Maret 2021   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Siapa yang tidak tahu eksotisme gunung Bromo yang sangat menakjubkan dan memukau mata dunia? Rasanya hampir mustahil jika orang Indonesia bahkan luar negeri untuk tidak mengetahui yang namanya Bromo. 

Dengan segala keindahan alam yang tersaji dalam salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini, akan membuat tiap pasang mata berbinar seakan mendapat bocoran nikmat surgawi. Padang rumput, laut pasir, dan jalanan yang bergelombang akan setia menemani perjalan orang-orang menuju puncak tersohor dunia, kawah gunung Bromo.

Gunung yang terletak di 4 kabupaten sekaligus di Jawa Timur ini merupakan destinasi wisata yang acap kali masuk ke dalam list liburan banyak orang. 

Malang, Pasuruan, Lumajang, dan Probolinggo adalah 4 kabupaten yang beruntung memiliki gunung dengan keindahan surgawi Bromo. Tidak hanya keindahan alamnya saja, akan tetapi budaya tradisional masyarakatnya masih erat tak lekang oleh waktu.

Suku Tengger, adalah suku asli yang menempati lereng gunung Bromo. Suku ini sudah ada dari zaman kerajaan Majapahit. Banyak yang kurang mengetahui keberadaannya karena bahasa yang dipakai pun sedikit terdengar kurang familiar, bahasa asli suku ini adalah bahasa jawa kawi yang saat ini sudah jarang dipakai oleh masyarakat suku jawa modern. 

Namun tidak sedikit dari orang orang suku tengger yang menggunakan bahasa osing, yaitu bahasa asli suku osing di Banyuwangi yang memang sangat mirip dengan bahasa jawa. Mayoritas orang-orang suku Tengger berkeyakinan agama hindu, dan sebagian lagi beragama islam dan kristen.

Orang orang suku tengger memiliki ciri khas pada fisiknya yaitu pipi merah yang warnanya menyerupai buah tomat, dan akan makin memerah saat bersentuhan dengan sinar matahari. 

Selain itu, biasanya orang orang suku tengger akan mengalungkan sarung tenun khas suku tengger di setiap aktivitasnya, mulai dari bekerja, memasak, dan menggendong anak.

Masyarakat suku tengger sangat memegang erat budaya warisan leluhurnya berupa ritual dan upacara adat seperti karo, yadnya kasada, unan-unan, entas-entas, dan leliwet.

Namun, yang akan dibahas pada artikel ini bukan upacara adat yang telah disebutkan, akan tetapi sesuatu yang terdapat di dalam dapur mayoritas masyarakat tengger.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline