Lihat ke Halaman Asli

Ali Arief

Seniman

Darah Jejak Kaki Misterius

Diperbarui: 18 Februari 2021   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Gambar: KoranBanjar.Net)

"Darah kaki siapa ya, terlihat berceceran di ruangan ini. Apakah darah jejak kaki ini milik laki-laki tua yang menatapku di ujung lorong tadi. Ah tidak mungkin, darah jejak kaki ini milik laki-laki yang berpapasan denganku di ujung lorong.

Laki-laki tua itu tampak biasa saja, tidak ada sedikit pun yang ganjil dari langkah kakinya." Aku berusaha tidak panik saat melihat bercak darah di lantai sekitar rumah kosong, yang sudah hampir satu bulan tidak di huni.

Dua bulan lalu, rumah yang bersebelahan dengan tempat tinggalku di huni oleh seorang laki-laki tua bernama Pak Wisnu. Pak Wisnu tinggal seorang diri di rumah itu tanpa ada yang menemaninya. Sejak istri dan anaknya meninggal dunia akibat longsor di saat berwisata ke puncak, Pak Wisnu sering merenung dan tidak banyak bicara.

"Kasihan Pak Wisnu, hampir setiap hari kerjanya hanya termenung saja di kursi depan rumahnya. Kita harus memberikan perhatian kepada beliau untuk menjalani kehidupan ini dengan semangat."

Ayah terus memperhatikan Pak Wisnu, sesekali mengajakku berbincang-bincang. " Andi, kamu berikan makanan ini kepada Pak Wisnu, sebentar lagi ayah akan menyusul kamu ke rumahnya." Ayahku pun menitipkan bungkusan yang berisi makanan untuk ku berikan pada Pak Wisnu.

"Assalamualaikum Pak Wisnu, apakah Bapak dalam keadaan baik-baik saja ya? Ini ada titipan dari ayah saya untuk Bapak." Aku memberikan bungkusan yang dititipkan ayahku kepada Pak Wisnu.

" Wa alaikum salam, terima kasih ya Andi, tidak perlu repot-repot membawa makanan untuk saya. Oh ya di mana ayahmu, mengapa tidak bersamamu kemari?" Tanya Pak Wisnu kepadaku. "Ayah saya sebentar lagi akan menuju ke rumah Pak Wisnu, karena beliau tadi sedang menerima telepon dari teman kantornya, makanya saya disuruh ayah untuk datang lebih awal." Jawabku kepada Pak Wisnu.

Tidak berselang lama saat aku dan Pak Wisnu berbincang-bincang, tampak ayahku pun datang sambil membawa beberapa benda di tangannya. "Assalamualaikum, maaf Pak Wisnu, saya baru dapat datang kemari. Oh ya, ini saya membawa beberapa benda hasil temuan tim SAR sebulan yang lalu saat terjadinya musibah longsor."

Lalu ayahku menyerahkan benda yang dibawanya kepada Pak Wisnu. " Terima kasih Pak Andi atas segala bantuan anda dan tim SAR sehingga masih dapat menemukan benda-benda milik istri dan anak yang telah meninggalkan saya untuk selama-lamanya." Dengan wajah yang masih terlihat berduka, Pak Wisnu menerima pemberian ayah Andi.

Pak Wisnu, Ayah, dan aku mulai berbincang-bincang dengan rasa kekeluargaan. Meskipun aku dan ayah, sangat memahami kondisi Pak Wisnu yang masih dalam keadaan berduka. Kami harus tetap menjaga perasaan Pak Wisnu agar tidak semakin bersedih. Tawa dan canda pun sering dilontarkan ayahku ketika Pak Wisnu kembali terdiam.

Suasana pun tampak penuh bahagia tanpa terasa senja mulai menghampiri. Aku dan ayah meminta ijin kepada Pak Wisnu untuk pulang ke rumah. " Baiklah Pak Wisnu karena hari mulai sore, saya dan Andi mohon ijin untuk pulang ke rumah. Lain kali, jika ada waktu dan kesempatan in syaa Allah kami akan berkunjuang ke rumah Pak Wisnu." Ayahku pun mengajak aku untuk kembali pulang. Dan Pak Wisnu mengantar kami hingga sampai di luar pekarangan rumahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline