Mak Nah, sebutan yang diberikan untukku dari penduduk di sekitar desa yang mengenal akan diriku. Aku berprofesi sebagai dukun beranak atau sebagai tenaga yang membantu proses persalinan seorang ibu. Sudah lima belas tahun profesi ini aku lakukan dan hampir seratus orang bayi yang telah ku selamatkan saat proses kelahirannya.
Aku memiliki seorang anak perempuan yang bernama Ratna. Anakku Ratna memiliki keterbelakangan mental sejak dilahirkan. Suamiku pergi meninggalkanku dan Ratna, saat ia masih berada di dalam kandungan. Hingga Ratna tumbuh menjadi gadis remaja, suamiku tidak diketahui keberadaannya.
Aku pun tetap membesarkan Ratna dalam kondisi yang tidak stabil, karena aku harus bekerja dan membesarkannya seorang diri. Mungkin mengapa alasannya hingga sekarang aku merasa tidak stabil, karena anakku Ratna tidak dapat berbicara dengan sempurna layaknya anak seusia dirinya.
Aku tetap pasrah dengan pemberian amanah anak yang telah dititipkan Allah Ta'ala, walaupun dengan kondisi keterbelakangan mental. Aku tetap memberikan perhatian yang penuh, meskipun terasa teriris hati saat melihat dirinya di masa depan.
Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang dan perhatian yang terbaik kepada Ratna, hanya ia harta yang berharga bagiku. Ratna yang membuat aku selalu tersenyum, beban di pundakku terasa ringan saat Ratna berada di sampingku.
Aku terkadang merasa ingin memberikan kebebasan kepada Ratna untuk bermain bersama anak-anak seusianya. Akan tetapi, aku khawatir jika anak-anak yang bermain bersamanya nanti mengejeknya, bahkan menjauhinya.
Memang selama ini Ratna hanya bermain dengan teman-temannya di lembaga inklusif, sekaligus tempatnya belajar yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggalku. Sedangkan sepulang dari sekolah inklusif, Ratna langsung bermain sendiri di dalam kamarnya dengan ditemani beberapa boneka mainan.
Aku sering melihat Ratna tertidur dengan memeluk boneka kesayangannya. Aku sempat merasa cemas jika kiranya ajal lebih awal menjemputku, bagaimana dengan Ratna nantinya. "Ah, aku tidak boleh berpikiran seperti itu. Aku harus memberikan perhatian dan semangat kepada Ratna agar tetap menjadi anak yang kuat, walau dengan segala keterbatasan," ungkapku di saat menatap Ratna, anakku.
Hari ini, aku sedikit kelelahan karena telah membantu persalinan seorang ibu yang masih menggunakan jasaku. Alhamdulillah, bayi yang dilahirkan beserta ibunya dalam kondisi sehat. Akan tetapi, keluarga dari pihak suami merasa kecewa karena bayi yang dilahirkan dalam kondisi syndrome.
Aku tetap memberikan semangat dan membesarkan hati ibu dari bayi tersebut. Hal yang sangat tidak masuk akal bagi pihak keluarga suami dari perempuan yang baru menjalani proses persalinan pagi tadi. Mereka merasa malu memiliki keturunan yang keterbelakangan mental.
Aku merasa keluarga pria dari perempuan yang baru melahirkan pagi itu, terlalu berlebihan memberikan penilaian atas bayi yang dilahirkan dalam keadaan syndrome. Dan merasa kecewa ketika pihak dari keluarga pria langsung meninggalkan perempuan itu tanpa rasa belas kasihan.