Lihat ke Halaman Asli

Ali Arief

Seniman

Cerpen | Aku Masih Punya Harga Diri

Diperbarui: 18 Januari 2020   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku merasa diriku sudah tidak dihargai lagi di lingkungan sekitar rumahku. Mungkin karena aku tidak bekerja di perusahaan swasta yang telah mengubah kehidupanku sebelumnya, sehingga aku seperti dicampakkan begitu saja. Aku tidak dapat bekerja di perusahaan lain, karena kecelakaan yang telah membuat penglihatanku sudah tidak normal lagi. Aku mengalami kebutaan permanen.

Aku selalu mendengar cemoohan tetanggaku setiap hari. Kekesalan hatiku tidak dapat tertumpahkan. Aku menyadari akan ketidakberdayaanku saat ini. Aku juga punya keterbatasan, terkadang keinginanku untuk membahagiakan keluarga kecilku, harus terhambat oleh keadaanku saat ini.

Entah kapan, aku dapat memiliki usaha yang mampu menopang pengeluaran kebutuhan hidup sehari-hariku. Aku tidak ingin dikatakan oleh tetanggaku sebagai seorang suami yang tidak bertanggung jawab. Seorang suami yang tidak mampu menafkahi keluarga. Seorang suami yang dianggap hanya berpangku tangan.

Keterbatasan penglihatan yang aku alami saat ini tidak menjadi penghambat bagiku untuk berusaha. Aku memulai usaha dagang kecil-kecilan di samping halte tidak jauh dari rumahku. Memang saat mencoba berdagang, aku seperti tidak memiliki kepercayaan diri lagi. Perasaan malu dan khawatir tidak ada pembeli bercampur di dalam benakku.

Aku juga berusaha untuk melangkahkan kedua kaki ini secara perlahan-lahan. Dengan menggunakan tongkat peraba, aku menyusuri jalan menuju kios tempatku menggantungkan harapan. Walaupun kondisi penglihatanku tidak seperti dahulu, aku tetap berusaha meyakinkan diriku untuk menerimanya dengan ikhlas. Aku sangat bersyukur, orang-orang di sekelilingku masih memberikan perhatian yang tulus kepadaku. Bahkan para konsumen pun tidak ada yang berusaha untuk menipuku.

Aku hanya mampu membawa hasil keuntungan dari berdagang di kios kecilku itu sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun aku tidak sampai memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, aku tetap merasa bahagia.

Aku masih mampu menafkahi keluarga kecilku. Aku tetap berusaha untuk menggapai impian dan harapan masa depan keluarga kecilku. Kekurangan pada penglihatanku terkadang menjadi cemoohan beberapa orang tetanggaku.

Ada tetanggaku yang sering usil dan ucapannya sangat mengusik hatiku. Hampir setiap berpapasan dengannya, kata-kata yang diucapkannya membuat perasaanku sedikit kesal. Ucapannya seakan-akan menghina orang-orang yang senasib denganku saat ini. Ia beranggapan jika orang sepertiku ini cocoknya hanya bekerja sebagai peminta-minta.

Walaupun keadaanku tidak sesempurna dahulu, tetapi aku masih punya harga diri. Aku tidak akan menjadi peminta-minta. Aku masih dapat memperjuangkan harga diriku. Bagiku yang terpenting adalah tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Sekecil apapun usaha yang aku lakukan juga tidak merugikan orang lain.

Aku terus berjuang demi menggapai impianku. Aku ingin menunjukkan kepada tetanggaku yang sering merendahkan kondisiku bahwa orang sepertiku ini masih dapat mandiri. Sedikit demi sedikit keuntungan yang aku dapatkan dari hasil usaha, telah memberikan hasil. Aku tidak lagi berjualan di samping halte.

Aku mendapat bantuan modal usaha dari salah satu perusahaan produk makanan yang aku jual di kios kecilku. Pihak perusahaan melalui pengawas lapangan melihat kegigihanku dalam menjual produk mereka. Pihak perusahaan memberikan secara cuma-cuma modal usaha sekaligus sebuah kios mini di depan seberang halte. Aku menempati kios itu, dan tidak lagi berpapasan dengan tetanggaku yang suka usil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline