Lihat ke Halaman Asli

Bulan yang Kelam

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kalau kata para ulama

bulan ini adalah bulan mulia

dimana Tuhan mengobral ampunan dan semua pintu surga terbuka

maka tak heran di sana-sini kita dengar suara bising tukang ceramah

tumpah ruah di mimbar-mimbar mulia

memukau orang-orang berkerumun

menyetor kuping sambil berdesak-desakan menunggu takjil tiba

sementara suara para tukang ceramah

seperti para tukang ramal yang membaca mantra-mantra di atas bukit salju

berteriak-teriak ;

-tentang dosa dan neraka…

-tentang pahala dan surga…

SEMENTARA di luar sana, PARA BADUT MENARI CHA-CHA-CHA…

dan di saat-saat seperti inilah hantu para dewan bergentayangan

menyusun taktik

menyiapkan strategi

dan mematangkan siasat perang saat musim pilihan nanti tiba

sambil diam-diam mereka main klentit di apartemen pribadi, menghisap dunia seisinya, dan sesekali studi banding ke yunani serta tak ketinggalan pergi ke tanah suci

sedang rakyat di bawah sana merayakan sisa senja

terhipnostis tempurung berkabel penuh pesona

yang mengabarkan;

perang para setan di afghanistan

buaya lawan buaya di Libya

nuklir bocor di Jepang

miyabi mau main pilem lagi

kerusuhan di London

krisis amerika dan uni eropa

sexy chef with farah quinn

hikmah pagi bersama ustadz danu

kaya dengan cara syekh yusuf mansyur

rumah hadiah, termehek-mehek,

jamaah… ohh.. jamaaah!

tips aman memanjangkan bulu ketiak,

berita-berita palsu senturi

burung nasar si udin yang tak lagi bisa terbang

bukan empat mata,

putri yang ditukar,

dan rencana pembangunan ziarah wisata

di kuburan gus dur yang menelan seratus milyar lebih…..

laa haw laa wa la quwata illa..

sampai detik ini masih juga tersiar para pencari tuhan

yang tuhan sendiri malah kebingungan

kamu nyari kemana saja?

wong aku lebih dekat dari urat lehermu!

dan tak pernah pergi beranjak sedetikpun dari hidupmu!

aku meringkuk diam-diam

ke dalam box exclusive yang dinamai orang-orang dengan sunyi,

aku larut, kesepian, menahan galau dan hampir muntah karena jaman

lamat-lamat aku mendengar rapal doa mereka

makin kudengar makin jelas bunyinya

….

yah itu..

dengar kalian suara-suara itu?

….

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

prek dung-dung prek dung-dung

….

kepalaku menegadah ke langit hijau,

yang kutemukan hanya aku yang berdiri lengah dalam tempurung

hingga iklan tiba-tiba berkata :

ketik REG (spasi) lagu-lagu berbau AGAMA

kirim ke para artis yang sangat mencintai Allah Subhana Wata’ala

LALU MALAM TENGGELAM BERSAMA DINGIN

tapi tak perlulah gundah

agama kita menyuruh bersabar

tak perlulah resah apalagi marah

. . . . .

jangan usut siapa

jangan pula tanya kenapa

kalau lusa masih begini

jangan juga mengadu pada kursi

usahlah risau atau menangis

agama menuntun keikhlasan

maka sebaiknya relakan

tak usah usik pesta mereka yang asik makan uang hasil rampasan

biar-biarkan saja mereka tertawa di atas jutaan rasa dendam

sambil meludahi nasib dan takdir yang tak lagi Tuhan yang punya

Jangan mengadu kepada MUI

mereka sedang sibuk bersidang

untuk mengeluarkan fatwa baru entah tentang apalagi,

mungkin fatwa jangan kencing dan berak sembarangan

atau makan tai sendiri itu makruh walau kepepet bisa jadi agak halal

untuk pelarian sementara kenanglah saja ;

kenapa bisa orang-orang itu berbicara pada kuda dan lumba-lumba

yang kemudian melahirkan ilmu katuranggan

lalu bila mampu pelajarilah peta harta karun di bumi selatan sana

yang tiang-tiang listrik gaibnya masih terpancang

keraton dalam persembunyian

dan pusat peradaban masa depan

…..

sekian, uluk salam untukmu Tuan

(Jogjakarta, malam lailatul qodar..)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline