Lihat ke Halaman Asli

MeTube, Media Sosial Masa Depan Indonesia?

Diperbarui: 2 Februari 2016   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Baru-baru ini muncul sebuah platform berbagi video baru yaitu MeTube. Nama MeTube seketika menjadi perbincangan para netizen. Sebagian mendukung kemunculan situs berbagi video lokal ini, tetapi sebagian lagi ada pula yang mencibir. Public figure seperti Joko Anwar dan Ernest Prakasa misalnya, keduanya sama-sama menunjukan sikap yang antipati terhadap kemunculan platform lokal.

Padahal Indonesia punya banyak aplikasi, Tidak hanya meTube negeri ini juga punya  Sebangsa.Id, yang sudah lama Kaskus, dll. Untuk portal juga ada Vidio.com ada juga aplikasi video lainya.

Metube yang locally made ini juga muncul di tengah gempuran platform-platform media sosial dari luar. Munculnya platform-platform media sosial lokal, khususnya situs berbagi video, membuktikan bahwa Indonesia bisa melahirkan karya yang bisa bersaing secara internasional.

Untuk platform MeTube, mereka menerapkan filter bagi konten-konten yang di-upload oleh penggunanya. Artinya, MeTube ini aman dan sesuai dengan budaya ketimuran karena tidak ada konten berbau negatif atau pun pornografi.

Sebagai platform media sosial baru, MeTube bisa menjadi jalan bagi para developer lokal untuk terus mengembangkan potensinya sehingga bisa bersaing secara global. Dan bagi seluruh masyarakat Indonesia, MeTube.co.id, vidio.com, atau netcj.co.id selayaknya bisa kita dukung agar lebih berkembang dan maju, bukan justru sebaliknya di-underestimate bahkan dijatuhkan.

Kita bisa berkaca pada China yang sukses mengembangkan media sosial buatan lokal. Dari pemerintahan hingga rakyat-nya sangat mendukung karya-karya lokal. Bahkan untuk situs-situs media sosial yang kita gunakan di Indonesia, justru diblok penggunaannya di China. Sebagai gantinya, China menawarkan alternatif-alternatif media sosial buatan developer lokal bagi masyarakatnya.

Contoh, warga China tidak bisa mengakses www.youtube.com, dan sebagai gantinya China memiliki situs berbagi video-nya sendiri yaitu Tudou dan Youku. Kedua situs tersebut bisa diakses dengan alamat laman www.tudou.com dan www.youku.com. Alasan pelarangan Youtube di China adalah karena mereka ingin mengembangkan dan memajukan kedua situs berbagi video lokal, dan bahkan saat ini sudah masuk New York Stock Exchange dengan nilai sekitar $5 milyar.

Bahkan mbah www.google.com yang sangat digilai di Indonesia, jika berada di China kita tidak bisa mengaksesnya. Sebagai gantinya, di China sangat terkenal dengan mesin pencari lokal yaitu www.baidu.com. Pelarangan ini juga berlaku bagi situs media sosial dengan pengguna terbesar di dunia, Facebook. China menggantikan Facebook dengan membuat dua media sosial lokal yaitu www.renren.com dan www.kaixin001.com. Saat ini, China bahkan memiliki www.alibaba.com, dan menjadi salah satu situs belanja online terbesar di dunia.

Sebagai informasi, hingga September 2015, ada sekitar 3000 website yang diblok oleh pemerintah China. Ini menunjukan bagaimana China sangat mendukung karya-karya buatan dalam negerinya sendiri, dan tidak bergantung pada produk-produk luar. China hari ini menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Untuk itu, kemandirian China seharusnya bisa kita ikuti. Memang tidak mudah, tetapi bisa dimulai sedikit demi sedikit.

Jadi gimana mas Ernest dan mas Joko masih nggak suka produk Indonesia? Hmmm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline