Mempertanyakan relasi suami istri saat mereka menjalani hidup rumah tangga menarik untuk dikulik. Terutama dimasa peralihan antara konsep patriarki dengan teori mubadalah dalam bingkai kekinian. Hasilnya membuahkan paradigma yang berbeda dalam konteks dimensi Ilahi sebuah pernikahan.
Patriarkhi Vs Mubadalah.
Masyarakat patriarki menunjukkan superioritas seorang suami dihadapan keluarganya terutama istri. Sebab mereka yang membiayai seluruh kebutuhan operasional rumah tangga maupun spiritualitas. Dalam operasional rumah tangga biaya kebutuhan keluarga anak istri atau sandang pangan papan menjadi hak penuh suami. Sedang istri berada pada posisi yang kurang mampu untuk itu. Berikut juga secara spiritual. Artinya sang suami membekali dirinya secara ilmu agama serta pembiasaan yang berkaitan dengan itu. Sehingga ia patut untuk dijadikan contoh dalam ruang domestik ke rumah tanggaan.
Konsep patriarki dalam perkawinan banyak dianut oleh generasi zaman dulu. Dimana dalam prakteknya suami bekerja secara totalitas. Sedangkan istri berkutat pada ruang domestik rumah tangga.
Sedangkan konsep mubadalah muncul karena fenomena bias gender. Dimana kedudukan suami istri memiliki ruang yang sama. Untuk ruang publik boleh jadi suami aktif di ruang domestik daripada istri. Sebaliknya istri memiliki kekuatan di arena publik dibanding suaminya. Atau bahkan mereka sama-sama aktif di ruang publik tersebut.
Selanjutnya, bagaimana untuk menghindari kekacauan pada ruang domestik mereka ?. Mereka yang gagap gender akan mengalami kondisi fisik rumah yang jauh dari rasa nyaman untuk dihuni. Hal ini berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga mereka, anak sampai pada psikis anggota keluarga lainnya.
Konsep mubadalah dalam kondisi rumah tangga diatas diperlukan. Agar mereka memiliki keaktifan yang sama di ruang domestik saat mereka kembali dari aktivitas di ruang publik.
Kata mubadalah merupakan bentuk kesalingan (mufa'alah) dan kerja sama antar dua pihak (musyarakah) untuk makna tersebut, yang berarti saling mengganti, saling mengubah atau saling menukar satu sama lain.
Pemahaman di atas amat memungkinkan bagi dua pihak yakni suami istri untuk berdiri sejajar sama-sama memiliki tujuan mengabdi kepada Allah SWT yang dibingkai dalam kehidupan rumah tangga.
Hal ini berbeda dengan konsep patriarki dalam rumah tangga di atas. Mereka cenderung mengatakan bahwa segala sesuatu dalam pekerjaan rumah tangga itu bertumpu pada pihak suami tanpa melibatkan istri. Sekalipun dalam prakteknya tidak demikian. Realitasnya konsep patriarki menunjukkan suami berada di ruang publik. Sedangkan istri hanya berputar pada lingkungan domestik kerumah tanggaan. Sedang kesan yang menonjol dalam masyarakat atas peran spiritual patriarkhi yang melekatpada istri adalah "Suargo nunut neraka katut".
Penawar Dua Konsep Diatas.