Norma atau kaidah itu disebut juga dengan adat istiadat, penyelenggaraan upacara adat dan aktivitas ritual mempunyai arti bagi warga pendukungnya, selain sebagai penghormatan terhadap leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan, juga sebagai sarana sosialisasi dan pengukuhan nilai-nilai budaya yang sudah ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Bentuk pernikahan di Kampung Cireundeu memiliki keunikan untuk dipahami, hal ini disebabkan yang melakukan ikrar ini tidak hanya kelompok adat yang disebut dengan dengan penghayat kepercayaan atau juga dikenal dengan sebutan Sunda Wiwitan, melainkan juga terdapat anggota kelompok adat yang memiliki keyakinan atau telah memeluk agama islam.
Sehingga mencerminkan pluralism hukum yang dihadapinya. Hukum yang dihadapi oleh anggota kelompok adat yang beragam islam yang aturan islam bersumber dari fiqih klasik atau pemahaman islam sesuai syariat.
Menurut Abah Wahyu nikah-kawin adalah "nikah lahir batin nu ngahijikeun laku salaki atawa sa nyaeta hiji lalaki jeung pemajikan atawa tempat anu dijadikan tempat reureuh atawa tempat cicing".
Abah wahyu menegaskan bahwa hakikah pernikahan di dalam adat ialah bukan hanya menikahkan jiwa laki-laki dan perempuan atau menyatukan sperma dan sel telur saja, tetapi juga alam raya yang terdiri dari planet, bulan, bintang yang berada di dalam makro kosmos dan adanya angin, api, air, tanah, hewani, dan nabati yang berada di bumi.
Perkawinan atau dalam kelompok adat Cireundeu disebut dengan nikah[1]kawin adalah proses Panjang dengan ragam tahapan yang harus dilalui. Menurut Artati Agoes, perkawinan adat sunda memiliki prosesi yang sangat Panjang dan penuh symbol, tahapan tersebut dimulai dari tahap penjajakan, tahap persiapan, tahap pelaksaan, puncak acara dan tahap akhir.
Ketika pernikahan itu dilakukan oleh sesama masyarakat cireundeu harus wajib hukumnya dan upacara adat di gelar secara utuh. Akan tetapi, jika orang cireundeu menikah dengan orang diluar masyarakat luar Cireundeu itu dengan kesepakatannya ada pada pihak keluarga perempuan karena dalam prisip masyarakat Cireundeu itu sepengertian bukan sepengakuan. Jika ada yang memang tidak mau menikah secara adat masyarakat tidak mempersalahkan itu jikalu kesepakatan keluarganya.
Proses pada awal pernikahan secara adat cireundeu sebagai berikut:
- Totoongan (saling mengenal)
- Pada prosesi kali ini, unuk ke dua bellah pihak pengantian melakukan sesi saling mengenal terlebih dahulu. Seperti mengenalkan dalam profesinya masing serta asal masing-masing mempelai. Karena pernikahan ini bukan menyatukan 2 insan tetapi menyatukan dua keluarga besar. Pihak keluarga laki-laki membawa kan seperangkat bingkisan (lamareun) atau untuk melamar berupa seperangkat sirih pinang komplit untuk prosesi.
- Nundun carita Prosesi ini ialah tahap memberikan amat dan itu perlu dilakukan secara besar-besaran ini hanya dilakukan oleh ayah atau keluarga laki-laki datang ke keluarga perempuan menyampaikan bahwa anak kita sudah beranjak dewasa dan sudah pantas untuk mereka berkeluarga.
- Silaturahmi biar tidak terjadinnya perpecahan dari kedua belah pihak keluarga harus dijaga atau harus bisa menyeimbangi dalam membagi waktunya, begitu juga sebagai orang tua menjaga agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.
- Nyerehan Mengikat atau tunangan tapi yang di bawa adalah membawa seperangkat alat seperti sirih yang sudah disediakan dengan lengkap, sebagai bentuk pengikat karena sirihan menurut pemimpin adat akan membawa perdamaian dimana nantinya sirih ini dibawa ke acara nyiuk sirih. Setelah prosesi nyirihan, dari pihak laki-laki sebagai bentuk jawaban dari kapan dilaksanakan acara pernikahan.
- Setelah ada kesepakatan maka dari pihak laki-laki mulai menghitung mulai dari tanggal lahir bulan sampai tahun untuk menentukan kapan dilaksanakannya pernikahan tersebut.
Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang juga disebut tahapan menjelang perkawinan yan terdiri dari empat acara sebagai berikut :
- Masaran adalah proses yang dilakukan oleh kedua calon mempelai untuk membuat tumpeng bersama, keduanya menyiapkan dan memasak bersama, setelah itu tumpeng tersebut akan dinilai dan dimakan bersama sesepuh.
- Ngaras dan siraman (ngueyuek seureuh) Proses mencuci kedua kaki orang tua kita biasanya ini dilakukan bebarengan dengan acara siraman. Naras ini meminta doa restu dan keselamatan kepada kedua orang tua sedangkan siraman meminta kepada keluarga besar.
- Ikrar jatukram Memohon perurusan pernikahan atau ijab-qabulnya. Ikrar bisa dilakukan setelah siraman atau nanti dirumah setelah resepsi. Acara pernikahan disebut acara turun bantayan ada acara seserahan setelah itu barulah ikrar jatukrami. Ikrar ini dilakukan oleh pihak perempuan dan tidak ada istilah mahar , karena ini sudah di sepakati secara adat.
Nikah-kawin adalah sebutan bagi perkawinan atau pernikahan yang telah terjadi di Kampung Adat Cireundeu, khususnya bagi perkawinan yang dilakukan kelompok adat. Kelompok adat ini Sebagian besar menganut kepercayaan leluhur atau yang biasa di sebut dengan Sunda Wiwitan, namue pula terdapat anggota kelompok adat yang beragama Islam. Dalam Nikah-kawin kampung adat cireundeu dalam proses seserahannya itu harus di penuhi oleh pihak mempelai pria dimana seserahan ini berupa barang-barang kebutuhan dalam rumah tangga mulai dari dapur hingga bagian tengah rumah.