Januari dan Februari disebut sebagai bulan keselamatan kerja. Bahkan tahun 2020 Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mencanangkan Bulan K3 secara nasional. Momen ini sekaligus untuk memperingati 50 tahun K3 sejak diterbitkan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Satu bulan penuh (12 Januari-12 Februari) perusahaan membentangkan spanduk di pintu masuk atau tempat strategis yang mudah dibaca dengan tulisan "Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan".
K3 merupakan salah satu upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Endang: 2015).
Dalam dunia pekerjaan tentu sangatlah familiar dengan istilah K3. Karyawan atau pekerja di sebuah perusahaan dipastikan akan mendapatkan fasilitas dan perlindungan dalam bekerja, serta jaminan dalam bidang kesehatan.
Lalu bagaimana dengan pekerjaan sebagai nelayan? Adakah perlindungan keselamatan dalam bekerja dan jaminan kesehatan bagi mereka?
Kelompok marjinal yang menyuplai gizi bagi masyarakat ini nasibnya tidak seperti karyawan di perusahaan. Jika dijelaskan dan disosialisasikan tentang urgensi K3 tentu mereka sangat membutuhkannya.
Nelayan Tradisional: Antara Bulan K3 dan Musim Barat
Nelayan tradisional mayoritas tidak mengetahui urusan teknis di luar pekerjaan yang dilakukan, karena umumnya nelayan tradisional miskin dalam akses informasi dari luar. Jadi problematika yang dihadapi nelayan tradisional sangat kompleks.
Problematik tersebut di antara kemiskinan, perkampungan kumuh, eksploitasi politik setiap lima tahun tiga sampai empat kali dalam partisipasi pemilihan pimpinan di tingkat nasional sampai tingkat lokal (desa), masalah bahan bakar minyak yang semakin mahal dan terkadang langka, serta harga tangkapan terkadang tidak stabil.
Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 1 item 11 berbunyi: "Nelayan kecil merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) grosston (GT)".
Jadi nelayan kecil atau nelayan tradisional (peasant-fisher), nelayan yang mengunakan teknologi penangkapan sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia, kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan pantai.
Nelayan tradisonal dalam menghadapi sumber daya alam bersifat open access yang menyebabkan mereka berpindah-pindah (nomaden) dengan segala resiko yang dihadapi untuk memperoleh hasil dengan maksimal.