Lihat ke Halaman Asli

Ali NR

Penulis

Sajadah untuk Raka

Diperbarui: 30 Desember 2020   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu aku masih tetap diam membisu, sementara Ayah dan ibuku masih terus menyerangku dengan bujukan-bujukan halusnya agar aku mau menerima rencana mereka untuk menjodohkan aku dengan anak dari sahabat ayah.

Dipikirnya ini masih jaman Siti Nurbaya kali ya, makanya mereka ngotot untuk melaksanakan perjodohan ini. Hmm rasanya aku ingin sekali minggat dari rumah, tapi kalau aku minggat aku minggat kemana sedangkan sejak kecil aku tidak pernah diizinkan keluar rumah kalau tidak ada tujuan yang jelas.

Selain aku ini anak perempuan satu-satunya, kedua orang tuaku juga bisa dibilang sangat menjunjung tinggi yang namanya agama. Karena itulah mereka tidak pernah memberikanku kebebasan seperti anak-anak yang seumuran denganku.

Hmmm, malam ini benar-benar menjadi malam yang sangat membosankan dan menyebalkan bagiku. Tapi mau bilang apalagi toh aku pun tak berani menentang setiap perkataan mereka, satu-satunya doa yang terlintas di benakku malam itu adalah semoga Ayah diberikan kebosanan dan menyuruhku untuk tidur.

Entak ini kebetulan atau memang doaku yang langsung diijabah oleh Allah, tiba-tiba Ayah langsung menyuruhku tidur, dengan raut wajah yang bahagia akupun langsung masuk kedalam kamar.

"Akhirnya selesai juga penderitaanku."   Gumamku dalam hati, aku segera merebahkan tubuhku dan mencoba memejamkan kedua mataku, tapi perkataan Ayah dan Ibu masih saja terngiang ditelingaku dan itu membuat mata ini susah untuk terpejam.

Aku pikir setelah lepas dari sidangnya Ayah aku bisa merasa tenang tapi ini malah sebaliknya, hmmmm dasar payah. Malam sudah semakin larut bahkan sudah hampir menjelang pagi tapi mata ini masih saja susah diajak untuk tidur. Padahal besok aku harus bangun pagi agar tidak terlambat sampai ditempat kerja.  

Kulihat jarum jam dinding berhenti di angka empat, dan itu membuatku semakin gelisah satu-satunya cara agar aku bisa tidur hanyalah membuang jauh-jauh semua pikiran yang sedang mengganggu otakku.

Sayup-sayup Adzan subuh mulai terdengar saling bersahutan, dan jika sudah begitu putus sudah harapanku untuk bisa tidur. Sebab jika kupaksakan untuk tidur juga itu artinya aku akan menabuh genderang perang dengan ibuku.

Karena jika aku belum keluar juga dari kamar setelah terdengar Adzan subuh, ibu pasti akan akan langsung menggedor pintu sembari berteriak dengan suara cemprengnya.

 Waktu terus berlalu begitu cepat, dan sejak kedua orang tuaku mengutarakan keingunannya untuk menjodohkan aku, rasanya hidupku sudah mulai tak terasa nyaman, sebab Ayah memberiku waktu hanya sebulan untuk aku bisa memperkenalkan calon imamku yang menurut Ayah bisa menjadi imam yang baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline