Berawal dari keprihatinan terhadap kaum milenial, yang tidak jarang menganggap batik sebagai jenis kain yang dianggap jadul, suami istri Wildan Nugraha (36th) dan Ade Fariyani (30th) tergerak untuk mengenalkannya kembali kepada mereka.
Wildan dan Ade kemudian membuka usaha Batik Pelangi sebagai jalan untuk mengenalkan batik kepada kaum milenial pada Bulan Oktober 2014.
"Kalau bukan kita, siapa lagi, Mas?" kata Wildan saat ditemui di toko yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya di Jalan Caladi No. 25 Bandung. "Padahal, batik itu sudah dianggap sebagai salah satu warisan budaya oleh Unesco," lanjutnya.
Kini, setelah Batik Pelangi berjalan kurang lebih empat (4) tahun, apa yang diusahakan mereka pun dilirik kaum milenial. Pelanggannya tidak hanya dari Bandung, Jakarta, Tangerang, melainkan juga dari hampir seluruh kota di Indonesia.
Batik Pelangi focus menjual Batik Parahyangan karena mereka berdua tinggal di Bandung yang notabene dikenal sebagai tahan Parahyangan. Selain itu karena Batik Parahyangan warna-warnanya menarik kaum milenial. Warna-warna pastel yang soft.
Awalnya Dipertanyakan
Jualan batik? Pertanyaan pendek diiringi kernyitan dahi bernada nyinyir tersebut pada awal-awal usaha sering mampir di telinga Wildan dan Ade. Beruntung sekali, suami istri yang telah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Ancala Halimun (1th) tersebut menjadikan pertanyaan tersebut sebagai cambuk untuk membesarkan Batik Pelangi.
Karena Batik Pelangi sementara ini focus pada Batik Parahyangan, hampir setiap minggu Wildan dan Ade keliling Kota Garut, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cirebon untuk menemui para pengrajin batik. Selain mencari motif-motif batik yang bisa dipasarkan juga merangkul mereka untuk bersinergi.
Tentu saja saat memulainya tidak mudah, tetapi karena Wildan dan Ade yakin, apa yang dilakukan ada manfaatnya, mereka terus jalan. Mereka bahkan ikut kelas bisnis supaya usahakanya berjalan.
"Kain batik itu unik, beda dengan jenis kain yang lain," ungkap Wildan saat ditanya tantangan usaha batiknya. "Dari sisi bisnis, potensinya besar karena pasarnya sangat luas. Tinggal bagaimana kita menjalankannya," lanjutnya.
Selain itu, tantangan lainnya karena batik dimuat secara handmade maka sangat tergantung dengan cuaca, jadi kalau ada pesaran dengan partai besar harus sabar. Tantangan lainnya karena banyaknya kain bercorak batik yang dibuat massal sehingga harganya jauh lebih murah dibanding batik tulis yang dijual Batik Pelangi.