Sejalan dengan berkembangnya waktu, penelitian hingga pembahasan terhadap Al-Qur'an semakin mengalami upgrading yang signifikan sesuai dengan perubahan-perubahan sosial budaya di setiap masanya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perkembangan hasil penafsiran oleh para mufassir, dimulai dari abad klasik, pertengahan, sampai pada masa kontemporer seperti sekarang dengan berbagai metode, corak, serta pendekatan-pendekatan yang digunakan (Abdul Mustaqim: 2012). Begitupun dengan tokoh-tokoh akademisi Islam dan Barat dalam menyelesaikan persoalan yang muncul ditengah masyarakat akibat pola pikir serta kebudayaan manusia juga mengalami perubahan (Manna al-Qhaththan: 2015).
Muhammad Abid Al-Jabiri yang sering disapa Al-Jabiri ini merupakan seorang tokoh intelektual muslim kontemporer yang lahir pada tahun 1936 di Kota Fekik (Feji) Maroko. Al-Jabiri adalah seorang pemikir Arab yang berpengetahuan luas dan populer, namanya banyak disebut ditengah laga pemikiran dan diskusi-diskusi tentang filsafat Arab. Al-Jabiri juga merupakan seorang kritikus dalam berbagai pengetahuan Arab, baik di kawasan Barat maupun Timur sampai akhir hayatnya pada senin 3 Mei 2010 di Casablanca, Amerika Serikat (Muhammad Abid Al-Jabiri: 2000)
Sedikit menyinggung perjalanan pendidikannya Al-Jabiri memulai dengan sekolah agama dari usia dini, yang kemudian melanjutkan sekolahnya di sekolah swasta nasional Madrasah Hurrah Wathaniyyah selama kurang lebih dua tahun dari 1951-1953. Berlanjut mengenyam pendidikan menengah atas di Casablanca, yang kemudian mendapatkan gelar Diploma pemberian Sekolah Tinggi Arab dalam bidang ilmu pengetahuan/ science. Hingga akhirnya dirinya meraih gelar Doktoral dengan Disertasi seputar Ibnu Khaldun dengan menggunakan gagasannya yang sangat tersohor terhadap metodologi dalam upaya memahami tradisi (turats) Islam (Muhammad Abid Al-Jabiri: 2000)
Fahmul Qur'an merupakan kitab tafsir yang dikarangnya. Berbeda dengan mufassir lainnya yang biasanya menggunakan corak penafsiran seperti fiqih, falsafi, 'ilmi, atau bahkan al-'adabi wal ijtima'i, dalam kitab ini Al-Jabiri menggunakan corak yang sangat jauh berbeda dari kitab-kitab lainnya. Corak Tartib An-Nuzul (kronologi turun ayat) yang menjadi corak utama dalam penulisan kitabnya, membuat kitab ini terasa jauh berbeda disaat kita membacanya. Apabila kita buka kitab tafsir seperti karya Ibnu Katsir maka kita menemukan urutan penulisannya dimulai dari surah Al-fatihah sampai dengan surah An-Nas, namun berbeda dengan kitab Fahmul Qur'an ini penulisannya disesuaikan dengan waktu penurunan ayat-ayat Al-Qur'an selama 22 tahun 2 bulan 22 hari itu yang dimulai dari surah Al-'Alaq sampai pada surah Yusuf.
Al-Qur'an merupakan kalam Allah SWT yang digunakan sebagai sumber dakwah Nabi Muhammad SAW dan nilai-nilai dakwah itu sendiri juga berasal dari Al-Qur'an. Penulisan kitab Fahmul Qur'an memiliki tujuannya sendiri yakni untuk menjawab tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kaum orientalis terhadap Al-Qur'an dan Rasulullah SAW. Dalam kitab ini Al-Jabiri menjelaskan bahwasanya Al-Qur'an bukan hanya sekedar teks yang terlukis dalam beribu-ribu lembar kertas yang disertai dengan catatan kaki yang melimpah untuk menjelaskan arti atau makna suatu ayat tertentu, baginya Al-Qur'an melebihi dari itu semua. Al-Qur'an bagi Al-Jabiri adalah sebuah karya ilmu pengetahuan umum yang paling kompleks dalam berbicara cakrawala pengetahuan, bukan hanya sesuatu yang ada di bumi namun juga mencakup cerita benda-benda langit, bukan hanya berbicara kehidupan masa lalu manusia tetapi juga menjelaskan kisah-kisah bangsa Arab pada saat itu hingga kehidupan manusia pada masa depan. Al-Qur'an tidak hanya mejelaskan siksaan yang akan ditanggung oleh manusia yang berperilaku buruk selama berada di dunia, namun juga menjelaskan kenikmatan bagi jiwa-jiwa yang senantiasa melakukan kebaikan dalam kehidupannya (Muhammad Abid Al-Jabiri: 2008)
Begitu kompleksnya pembahasan yang dituangkan didalam Al-Qur'an dimulai dari proses pembentukan manusia baik Nabi Adam sebagai manusia pertama maupun manusia yang muncul setelahnya dengan proses pembuatan antara sel sperma dan sel telur, membicarakan kehidupan manusia yang hidup jauh beribu-ribu tahun sebelum Al-Qur'an itu diturunkan, sampai pada puncaknya berbicara kehidupan masa depan dunia hingga kehidupan manusia di alam akhirat kelak.
Apabila kita telaah dengan alam pikir sebagai makhluk yang memiliki akal budi, manusia mana yang mampu menghadirkan literasi-literasi sekaya ini. Jika bukan perkataan tersebut datang dari Tuhan Yang Maha Esa, zat yang mampu mengatur kehidupan manusia yang terlihat oleh kasat mata sampai pada kehidupan yang tidak mampu ditelaah menggunakan panca indra manusiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H