Lihat ke Halaman Asli

Analgin Ginting

Penulis dan Motivator Level 5

Ketika Hujan Akhirnya Turun Meluruhkan Abu Sinabung

Diperbarui: 22 Februari 2018   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Relawan Karo Passion membagikan Masker kepada penduduk di Munthe. Sumber foto koleksi pribadi.

Gunung Sinabung belum berhenti mengalami erupsi. Penderitaan  yang diakibatkannya kepada penduduk di sekitar Sinabung sangat berat dan berkepanjangan. Puluhan ribu warga sudah kehilangan desa dan rumah tangganya, kehilangan tanah/ladang pertanian beserta seluruh ternak peliharaannya. Sebagian yang sudah mendapatkan hunian tetap bertahan di sekitar daerah relokasi Siosar. Sebagian lagi saat ini tinggal di Huntara atau hunian sementara.

Sudah sejak tahun 2010 saat pertama terjadi letusan Gunung Sinabung sampai saat ini tahun 2018. Letusan atau erupsi yang paling baru terjadi lagi pada Hari Senin tanggal 19 Februari kemarin. Inilah Erupsi yang paling dahsyat. Karena letusan ini menimbulkan kolom debu yang paling besar dan tinggi. Menurut  catatan BMKG, ketinggian kolom debu sampai 5000 meter dan sempat mengakibatkan kedaan gelap seperti malam pada sekitar jam 10 pagi di desa sekitar Gunung Sinabung.

Beginilah dahsyatnya letusan Sinabung 19 Februari 2018. Sumber foto Viva.co.id

Jutaan meter kubik debu vulkanik dan batu batu kecil terlontar ke udara, dengan suara gemuruh yang sangat menakutkan, membuat anak anak sekolah SD ketakutan dan menangis memanggil ayah dan ibunya.

Beberapa jam debu itu ada di udara, lalu jatuh ke bumi mengempas dan menutupi semua yang ada di bawahnya di sekitar Gunung Sinabung, khususnya di daerah yang menjadi lintasan angin berembus saat itu.

Udara pekat dan kotor membuat sesak pernafasan. Sehingga pada dua hari Senin dan Selasa kemarin, seolah kiamat terjadi.

Perhatikan lah gambar di bawah, bagaimana tanaman tomat yang sangat subur tertupi debu vulkanik dengan ketebalan sekian sentimeter. Tertutuplah harapan, hancur lah angan-angan penduduk Sinabung yang tadinya tinggal di daerah bukan zona bahaya. Tanaman yang sudah ditanam pun tampaknya akan layu dan mati, meninggalkan luka di hati dan utang terhadap modal yang sudah dipakai habis. Sebagian besar modal kerja itu diperoleh dengan meminjam ke ke kerabat atau pun ke bank yang tersedia di Desa Kecamatan atau memakai sisa tabungan yang ada.

Tanaman tomat ditutupi abu vulkanik di Desa Perbaji, foto Selasa pagi. Sumber foto koleksi pribadi

Harapan mati. Berhenti pada hari Senin dan Selasa pagi dan Siang kemarin, tanggal 20 Februari.

Namun pada sore harinya, sesuatu terjadi. Hujan lebat mengguyur semua tanah dan atap rumah, jalanan dan ladang pertanian yang terimbas debu vulkanik yag mungkin puluhan tahun kemudian akan menjadi pupuk yang sangat menyuburkan, dibilas, dan dicuci. 

Dimulai dari Kecamatan Tiga Binanga hujan lebat datang, terus mengarah ke arah Batu Karang, Perbaji, Tiga Nderket. Debu-debu yang ada di halaman desa dan atap rumah pun dikikis habis. Yang paling menakjubkan adalah debu yang tadinya seolah datang mengutuk semua tanaman pertanian pun dikikis habis menyisakan kehijauan  nan segar dan memberi hidup. Perhatikan lah gambar dibawah, hijau tanaman tomat milik keluarga Ginting Mergana di Desa Perbaji seolah tersenyum segar menawarkan harapan.

Tanaman tomat di Desa Perbaji terlihat subur kembali setelah diguyur hujan Selasa sore. Sumber foto koleksi pribadi.

Fenomena apa yang  sebenarnya terjadi. Pada saat Pemda Kabupaten Karo seolah sudah pusing 17 keliling memikirkan solusi lanjutan terhadap keadaan Sinabung, pada saat Pemerintah Pusat melalui BNPB sudah hampir apatis terhadap permasalahan Sinabung, pada saat  sebagian besar penduduk Karo sudah mulai muak dan kehilangan harapan, di situlah Tuhan Sang Pencipta Alam semesta menunjukkan kuasa-Nya.

Sayup-sayup  jeritan ibu-ibu dan anak-anak dalam pingko pingko (tangisan yang bernada meminta atau  memohon) kapan kah berhenti erupsi Sinabung ini Tuhan, kapan berhenti penderitaan kami? Saat itulah seolah dengan jelas Tuhan menjawab, "Sekarang anakku". Dan Tuhan pun seolah menjawab dengan tangisan belas kasihan-Nya dalam hujan yang Dia turunkan. Sebab, di zaman dulu hujan sering dipahami sebagai air mata dewa-dewa. Saya pun yakin mukjizat sudah mulai terjadi di Gunung Sinabung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline