Lihat ke Halaman Asli

Kampus Mengajar Angkatan 2: Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Belajar

Diperbarui: 6 Februari 2022   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kampus Mengajar merupakan salah satu bagian dari program Kampus Merdeka. Kehadiran program ini dilatarbelakangi dengan banyaknya permasalahan dan minimnya kualitas pendidikan di Indonesia, terutama pada daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Peran mahasiswa dari berbagai penjuru kampus sangat diharapkan bisa membawa perubahan ke arah yang positif. Saya bersama 5 rekan mahasiswa yang lain bertekad untuk berkontribusi dalam meminimalisasi permasalahan dan meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran di Indonesia.

Setelah mengikuti berbagai proses untuk menjadi bagian dari program ini, saya bersama 5 rekan mahasiswa dengan asal kampus yang berbeda-beda ditugaskan di tempat yang sama yaitu di SD Negeri Jatisari. Sekolah tersebut terletak di Desa Cipatik, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Setelah tidak begitu lama terjun ke lapangan terutama di situasi pandemi Covid-19, saya melihat berbagai macam permasalahan di sekolah tersebut. 

Seperti keterbatasan akses dan sarana prasarana, minimnya kemampuan para guru untuk mengoperasikan teknologi, kondisi perpustakaan atau pojok baca yang terbengkalai berserakan, kurangnya pengimplementasian hidup sehat di masa pandemi, serta minimnya kemampuan siswa dalam hal literasi dan numerasi. Namun, yang menjadi fokus pembahasan saya di sini ialah minimnya kemampuan peserta didik dalam hal membaca atau literasi terutama pada siswa kelas atas (4, 5, dan 6).

Setelah melihat permasalahan tersebut, saya bersama 5 rekan mahasiswa yang lain cukup tersentuh untuk membantu mempermudah siswa-siswi di SD Negeri Jatisari, terutama pada siswa yang kemampuan literasi atau membacanya cukup tertinggal, dengan begitu saya menghadirkan program “Membaca Merdeka” dengan harapan bisa meminimalisasi permsalahan tersebut. Program Membaca Merdeka merupakan kegiatan berupa pendampingan atau pembinaan kegiatan membaca secara intensif di luar jam pembelajaran sekolah dengan kegiatan pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Kegiatan pendampingan tersebut tidak hanya dilakukan dengan menggunakan media buku saja, melainkan dikombinasikan dengan penggunaan aplikasi teknologi yang cukup relevan bisa membantu meningkatkan kemampuan membaca siswa.  

Salah satu siswa yang mengikuti program ini ialah Deni. Deni merupakan salah satu siswa di SD Negeri Jatisari yang mengikuti program Membaca Merdeka. Kini, Deni duduk di bangku kelas 6 bersama 32 siswa yang lainnya. Meski kini ia duduk di bangku kelas 6, kemampuan literasi atau membacanya sangat dibawah rata-rata teman-temannya. Meskipun begitu, semangat untuk selalu belajarnya sangat perlu diapresiasi. Dibalik kemampuannya yang sedikit tertinggal dari pada teman-temanya, ia tidak pernah merasa minder untuk mencoba menyeimbanginya. Sayang, semangat belajarnya tidak mendapatkan dukungan yang sejalan dengan semangat belajarnya. Peran orang tua dan lingkungannya seakan-seakan hanya segelintir orang yang memperdulikannya. Melihat permasalahan tersebut, hadirnya program Membaca Merdeka di SD Negeri Jatisari seakan-akan menjadi angin segar di tengah gersangnya musim kemarau, terutama bagi siswa-siswi yang dirasa masih kurang kemampuanya dalam hal membaca.

Program Membaca Merdeka ini dilaksanakan dua kali dalam seminggu dengan kurun waktu 1 jam setiap pertemuannya. Namun, penjadwalan tersebut tidak berlaku bagi Deni. Hampir setiap hari ia semangat ingin didampingi untuk belajar membaca. Tak aneh apabila salah satu anak yang akrab dan paling diingat ialah Deni. Semangat belajarnya seakan-akan membayar lelah saya untuk bisa lebih berguna bagi siswa-siswi yang lain. Setiap hari pertemuan, perlahan demi perlahan perkembangan kemampuan membacanya semakin terlihat.

 Namun, sayangnya sebelum ia bisa membaca fasih seperti teman-temannya yang lain hari perpisahan pun tiba dengan begitu cepat. Mau tidak mau hari pengabdian pun telah usai. Saya bersama 5 rekan mahasiswa yang lain begitu berat meninggalkan sekolah tersebut dengan keadaan belum bisa maksimal membantu anak-anak yang sangat memerlukan pendampingan atau pembinaan khusus. Namun, harapan saya semoga dengan hadirnya program Kampus Mengajar ini, bisa membuka lebih lebar mata kita bahwa masih banyak di luar sana anak-anak yang semangat belajar namun memiliki keterbatasan satu dan lain hal. Maka dari itu, kita selaku generasi muda harus menjadi garda terdepan mengulurkan sepasang tangan kita untuk membantu mereka. Semangat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline