Lihat ke Halaman Asli

Sekilas Kasus TvOne; Lalu Siapa Lagi yang Bisa Kita Percaya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Persaingan bisnis hampir selalu menjadi kambing hitam atas banyak kesalahan yang disengaja. banyak pelaku bisnis yang secara sadar mencoba mencari celah dari peraturan untuk menambah keuntungan. jikalau kita menyimak dunia bisnis, sikut menyikut, saling hantam, saling tikam adalah sesuatu yang dianggap lumrah. Bisnis tidak mengenal teman atau saudara, karena dalam bisnis hanya ada satu kepentingan, mendapatkan keuntungan.

Well, tidak ada yang salah dari sebuah usaha untuk mendapatkan keuntungan. Yang menjadi salah adalah proses mendapatkan keuntungan. Banyak dari pelaku bisnis yang sudah berusaha menggunakan segala cara, bahkan bila perlu menghajar rambu-rambu peraturan yang ada demi memaksimalkan keuntungan. Bila perlu, mereka akan mematikan pesaing dengan cara yang logis maupun tak logis, dengan cara kasat mata ataupun tidak.

Dalam kehidupan, persaingan adalah sesuatu yang normal. Kata orang bijak; hidup tanpa persaingan adalah kehidupan yang telah mati". Bicara soal persaingan, kadang kita lupa hakikat dari persaingan untuk menuju yang terbaik itu. Orang telah lupa bahwa untuk memenangkan sesuatu, maka harus ditempuh kerja keras, dan kadang orang tidak bisa mendapatkan hasil semaksimal yang diharapkannya. Kadang kerja keras justru menemui kegagalan. Kehidupan yang makin kompetitif makin membawa orang pada perilaku "lebih memandang hasil akhir daripada proses". Bagaimana orang lebih menghargai orang yang terlihat mewah sesaat daripada orang yang terlihat sangat sederhana tetapi kehidupannya makin menanjak walau perlahan.

Maka tak heran ketika banyak atlet memutuskan untuk menggunakan doping guna mendongkrak kemampuannya. maka tak heran ketika banyak pengusaha menggunakan beragam cara, termasuk pelicin untuk menggolkan proyeknya. orang lupa bahwa untuk mendapatkan hasil baik, maka perlu ditempuh dengan cara yang baik pula.

Kasus TVONE adalah sebuah contoh kasus dimana persaingan bisnis sedikit banyak telah mendistorsi tujuan mulia sebuah jurnalisme. Kasus terbaru yang melibatkan "markus jadi-jadian dan menempatkan sang host, IR sebagai pesakitan dapat dilihat sebagai warning yang kasat mata akan dahsyatnya "persaingan" di dunia media.

Ada beberapa macam persaingan yang nampak disini.

Yang pertama; persaingan antar media. Sejak TVONE menahbiskan diri mereka sendiri sebagai TV berita, mau tidak mau, TVONE harus berhadapan (head to head) dengan TV lain yang sudah mencitrakan diri sebagai TV berita. tentu saja, sebagai pendatang baru, TVONE harus berjuang sekuat tenaga untuk memperkuat citra sebagai TV berita.

Persaingan kedua adalah persaingan antar HOST yang melibatkan IR dengan host dari TV lain. IR harus berjuang mempertahankan posisinya sebagai "anchor" (maaf kalo salah istilah) dengan segala cara guna mendongkrak citra diri di mata pemirsa TV serta mendongkrak citra program -yang ujung2nya kenaikan rating dan share, dimana pasti melibatkan puluhan pemasang iklan, serta secara umum mendongkrak citra stasiun TVONE sendiri.

Persaingan ketiga adakah di internal TVONE sendiri. Akan sangat naif ketika ada yang mengatakan tidak ada persaingan dalam internal suatu organisasi. Nah, sebagai seorang host yang sedang cukup naik daun, ditambah dengan jam terbang cukup tinggi dan merupakan jebolan dari 2 TV swasta yang punya nama, IR punya kewajiban "moral" pada dirinya sendiri untuk tetap bertahan di papan atas. IR juga harus menghadapi tekanan dari kiri dan kanannya dengan datangnya anchor2 baru yang mungkin; lebih cantik, lebih menarik, atau bisa juga lebih cerdas.

Menyikapi tiga persaingan di atas, tampaknya ada kajian yang cukup menarik terhadap apa yang dilakukan oleh TVONE dan IR.

Sadar bahwa harus "berperang" dengan stasiun TV berita yang lain, maka TVONE berpikir keras untuk menghadirkan sebuah berita yang "bombastis" untuk menarik perhatian pemirsa. Jujur saja, jutaan pemirsa di Indonesia banyak yang mengakui bahwa pemberitaan berita saat ini sudah sangat mirip dengan infotainment. Untuk sebuah kasus, kita akan disuguhi berita yang SAMA, hanya dengan sedikit editing di redaksionalnya, di banyak waktu. Seperti infotainment, berita politikpun dihadirkan hampir setiap saat dengan materi yang nyaris sama tanpa perkembangan baru. Untuk menghilangkan kesan monoton (mungkin) pihak stasiun TV mengemas dalam acara yang berbeda dan dipandu oleh host yang berbeda pula. Akan tetapi, sejatinya mereka sadar bahwa sesuatu yang monoton akan membawa kejenuhan pada pemirsa yang ujung-ujungnya akan meninggalkan mereka. Maka, KEMUNGKINAN: untuk mendapatkan berita, terpaksa mereka harus MEREKAYASA sebuah berita dan mengemas dengan sebaik mungkin. Itu Kemungkinan PERTAMA.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline