Lihat ke Halaman Asli

Menyemai Rindu di Kota Hujan

Diperbarui: 8 Desember 2024   04:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ketidakmungkinan yang saling mengutuhkan. Aku akan ingat bagaimana cara kita saling menyakiti, tidak saling memercayai, bahkan ingin saling meninggalkan. Bertemu dengan kalian aku meyakini bahwa segala sesuatu yang Allah kehendaki terjadi, pasti akan terjadi. Salah satunya adalah sebuah ikatan.

Sebuah perjalanan yang aku kira hanya ada dalam film-film karangan sutradara. Kini aku memilikinya, dan akan selalu tersimpan baik di salah satu ruang ingatan. Ini tentang kalian, sahabat-sahabatku. Terharu sekali rasanya, ada ruang dimana aku tidak lagi sungkan menjadi diri sendiri dan takut dihakimi oleh orang lain. Sebab, salah satunya kalian yang akan dengan senang menyapaku dan tidak terhasut oleh menyebalkannya dunia.

Rumut dilapangan, atas saung yang sudah bolong, bunga kecil ditepi jalan, sampai gorengan di bapak penjual nasi uduk akan menjadi saksi bisu bahwa pertemuan kita sangat mengesankan. Tiga tahun rencana ini mengendap di alam bawah sadar, akhirnya menguap ke permukaan. Allah mudahkan perjalanan kita.

Hujan yang biasanya mengguyur sepanjang hari di Cibening, di waktu itu langit berawan bahkan sesekali terang. Meskipun, perjalanan pulang ke Jakarta Allah beri hujan, anggap saja karena aku tidak mandi sepanjang hari itu. Nyengir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline