Lihat ke Halaman Asli

K-Pop Sebagai Wujud Kapitalisme di Era Globalisasi dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Negara.

Diperbarui: 14 Maret 2023   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era globalisasi yang sedang terjadi ini, K-Pop menjadi salah satu produk kapitalis global yang selalu ramai dibicarakan dari tahun ke tahun di banyak negara dengan Indonesia sebagai salah satunya. K-Pop yang saat ini menjadi sebuah tren global atau biasa disebut dengan "Korean Wave" mengindikasikan bahwa K-Pop adalah sebuah model dari kapitalisme global. 

Dipandang dari aspek ekonomi politik, Korea Selatan dianggap menggunakan persebaran K-Pop yang sangat berkembang pesat pada saat ini sebagai salah satu soft power mereka. Berbagai budaya K-Pop berhasil menjadi sebuah tren terutama bagi para remaja di seluruh dunia entah itu dari segi fashion, makanan, perfilman, kecantikan, dan lain-lain. Bahkan K-Pop telah menginspirasi beberapa negara untuk mencoba peruntungan lewat boygroup atau girlgroup namun tetap tidak ada yang dapat mengalahkan kepopuleran boygroup dan girlgroup yang berasal dari Negeri Ginseng tersebut. Seperti di Indonesia, pada tahun 2010-2011 sempat ramai boygroup dan girlgroup seperti SM#SH, Cherrybelle, 7icons yang menggunakan konsep dari K-Pop sebagai acuan untuk konsep grup mereka. Pada tahun 2010 hingga 2011 banyak remaja Indonesia yang sangat menggandrungi boygroup dan girlgroup dari dalam negeri tersebut namun sayangnya eksistensi mereka tidak bertahan lama dikarenakan beberapa alasan.

Setelah kurang lebih 4 tahun bersinar, satu persatu boygroup dan girlgroup tersebut mulai bubar. Salah satu alasan mengapa grup buatan Indonesia mulai meredup dikarenakan konsep yang digunakan bukanlah konsep original karena pada dasarnya mereka mengikuti budaya pop dari Korea Selatan. Sedangkan Korea Selatan sebagai negara yang memiliki konsep original tersebut akan terus berkembang dengan inovasi-inovasi barunya seiring berjalannya waktu.

Lantas mengapa K-pop dikatakan sebagai salah satu produk kapitalisme dari Korea Selatan? Alasan utama dapat kita lihat dari pola branding yang dilakukan oleh agensi-agensi yang menaungi idol-idol K-Pop tersebut. Mereka menggunakan branding yang akan terus berjalan dalam jangka waktu yang panjang sehingga timbul sikap konsumtif dari para penggemar K-Pop yang pada akhirnya menimbulkan habits atau kebiasaan baru untuk terus mengikuti perkembangan K-Pop yang tidak akan pernah habis tersebut. 

Salah satu contohnya yaitu konsep yang digunakan oleh agensi terbesar di Korea Selatan, SM entertainment, kepada salah satu boygroup mereka yaitu NCT. NCT memiliki konsep member yang tak terbatas dengan berbagai sub-unit di dalamnya. Normalnya, sebuah boygroup atau girlgroup memiliki anggota sebanyak 4-12 orang, namun NCT memiliki anggota yang akan terus bertambah setiap tahunnya sehingga NCT tidak akan pernah ditelan oleh zaman karena grup tersebut akan terus dihidupkan oleh para anggota baru di masa depan. Inovasi tersebut lah yang menjadikan K-Pop terus eksis di Indonesia atau bahkan negara lain.

Korea Selatan mendapatkan banyak keuntungan dari berkembangnya K-Pop di seluruh penjuru dunia terutama dari segi ekonomi. Forbes mengatakan bahwa salah satu boygroup terbesar dari Korea Selatan, BTS, menyumbangkan sekitar 4,65 miliar dollar AS terhadap PDB Korea Selatan. Jumlah tersebut hampir menyamai sekitar 0,5% dari keseluruhan ekonomi Korea Selatan. 

Tiap tahunnya, penggemar K-Pop terus bertambah dengan angka yang melonjak tinggi. Hal itu tentu sangat berpengaruh bagi perekonomian Korea Selatan karena dengan maraknya tren K-Pop, banyak penggemar yang akan mengikuti gaya berpenampilan idol yang mereka sukai, mereka juga akan mulai merasa penasaran dengan budaya-budaya Korea seperti makanan khas Korea yang saat ini sudah banyak dijual di Indonesia. Selain dari segi fashion dan makanan, para penggemar K-Pop sering mengidamkan wajah tampan dan cantik dari para idolanya sehingga mereka akan mulai tertarik untuk membeli produk kecantikan dari Korea Selatan. Tidak dapat dipungkiri, perekonomian Indonesia pun mendapat keuntungan secara signifikan dari banyaknya penggemar K-Pop di Indonesia. Aktivitas ekspor dan impor tentu akan melonjak akibat kerjasama ekonomi tersebut. Selain itu, banyak produk-produk Indonesia yang menjadi ramai dibicarakan setelah menggunakan idol K-Pop sebagai brand ambassador-nya. Hal tersebut tentunya meningkatkan penjualan produk karena loyalitas para fans K-Pop yang merasa perlu mendukung idol mereka dengan cara membeli produk tersebut. Tren iklan yang menggunakan embel-embel K-Pop ini disinyalir mampu menggaet daya beli kalangan anak muda dan hal tersebut membuka kemungkinan baru seperti datangnya ketertarikan investor kepada produk-produk Indonesia. 

Selain perusahaan besar, usaha-usaha kecil atau yang biasa disebut UMKM juga terbantu oleh adanya Korean Wave. Banyak UMKM yang mencoba peruntungan dengan membuat makanan-makanan Korea yang ternyata sangat digandrungi oleh banyaknya muda-mudi penggemar K-Pop. 

Dapat disimpulkan bahwa Korea Selatan berhasil mendapatkan banyak keuntungan dari adanya K-Pop yang akhirnya berpengaruh pula terhadap perekonomian Indonesia. Jika digali lebih jauh lagi, adanya Korean Wave yang melanda berbagai negara juga dapat memberikan keuntungan dari berbagai aspek lainnya, salah satunya yaitu aspek politik dari segi diplomasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline