Lihat ke Halaman Asli

Menengok Kembali Kondisi Internet Masuk Desa

Diperbarui: 19 Desember 2020   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

“Apakah kita betul-betul siap dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat?”

Internet masuk desa, kalimat yang sering kita dengar belakangan ini. Kita patut berbangga ketika kemajuan  seperti listrik, teknologi dan pendidikan sudah mulai dirasakan secara merata oleh semua penduduk Indonesia.

Di daerah pedesaan, orang-orang sudah dapat memegang gadget. Penggunaan gadget bukan hanya dinikmati lagi oleh kalangan menengah ke atas atau pun kalangan terpelajar, dengan kata lain selama mampu membeli siapa pun dapat memiliki. Bahkan menurut Kominfo, Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia pada tahun 2018 lebih 100 juta orang.

Pertanyaan yang kemudian muncul apakah kita benar-benar patut berbangga dengan pencapaian ini? Kita tentunya juga perlu menyadari bahwa pengguna gadget tidak hanya berasal dari kalangan remaja dan dewasa, bahkan sebagian anak-anak lebih mahir menggunakan gawai daripada orang dewasa. Lantas, apakah hal tersebut adalah sesuatu yang salah?

Saat itu saya tengah membereskan ruang kelas setelah pembelajaran siswa-siswa saya usai. Saya mengunci pintu ruang kelas, terdengar cekikikan dari sekumpulan anak usia taman kanak-kanak yang berada di luar pagar sekolah, mereka terlihat menunduk memperhatikan sesuatu. Karena penasaran saya mendekat, saking seriusnya mereka tak menghiraukan kehadiran saya. Ternyata mereka sedang mengamati benda yang kita kenal dengan gadget atau handphone di pinggir jalan. Apa kita bisa menjamin apa yang mereka akses  adalah konten yang sesuai dengan usianya tanpa pemdampingan orang tua?

Literasi, pendidikan karakter, dan segala upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas hasil pendidikan bertentangan dengan kondisi masyarakat di daerah. Tantangan literasi digital adalah kondisi para orangtua, baik itu latar belakang pendidikan maupun kondisi ekonomi. Banyak orangtua yang mampu membelikan anaknya gadget tapi tidak memberikan pendampingan karena edukasi yang kurang mengenai dampak penggunaan gadget. Selain itu, sebagian besar orang tua di daerah tidak mengenyam pendidikan yang memadai untuk dapat memberikan pendampingan bagi anaknya. Banyak pula orangtua yang berjuang membelikan anaknya gadget dengan tujuan dapat menjadi media proses pendidikan anaknya. Namun, tanpa pendampingan orangtua apakah gadget tersebut dapat benar-benar memfasilitasi anak dalam belajar atau bahkan malah menjauhkan anak dari perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Gadget, handphone bahkan televisi bagi masyarakat di daerah, memiliki dua sisi yang sama-sama membawa pengaruh besar bagi kehidupan mereka. Di satu sisi akses informasi dengan mudah sampai kepada mereka, di sisi lain karena pendidikan yang tidak memadai teknologi pun dapat menjerumuskan anak-anak mereka. Kita tidak tahu ada berapa banyak tindakan kekerasan yang sudah terjadi di daerah akibat tidak terbendungnya akses informasi yang minim filter dan sampai ke anak-anak, kita tidak tahu ada berapa banyak korban anak-anak di daerah akibat pergaulan bebas dan penggunaan gadget tanpa pendampingan orangtua. Yang kita tahu hanya berapa banyak anak di kota-kota besar yang berhasil mengembangkan potensinya dengan media teknologi.*




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline