Lihat ke Halaman Asli

[Novel Distancer A.D ~ Senja dipenghujung kejauhan kita hal. 10]

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Lalu, mengapa kalian begitu kuat mendentum lekat organ dibalik dada ini, silahkan berjungkit riang atas nama hari yang terbilang sejutanya para pencinta2 muda, lantas saya harus memperdulikannya? tidak. Saya tidak memperdulikannya. Batas khawatir sudah saya lepaskan baik-baik. Sudah berapa kerap mereka menertawakan keter-sendirian saya tepat dimalam minggu telah tiba, entah mengapa mereka begitu sangat leluasanya memperolok sesuatu hubungan yang tengah saya jaga.

Memang pada awalnya sudah saya siapkan baik-baik apa yang akan dirasakan nantinya. Memang sakit. Lantas apakah diharuskan diri ini kalah hanya karena kejauhan yang membentang? tidak. tidak akan pernah. Kau tahu, Batas khawatir sudah terlepaskan dengan baik.

Jika saja, saya dapat memastikannya dengan baik dan tepat. mungkin, saya tidak perlu berusaha sekuat ini. Lantas, mau dikemanakan hati (iman) kita yang sesungguhnya jelas2 ditujukan kepada Allah SWT?? apakah kita mau mendahulukan DIA? tidakkah itu lebih buruk jika bertindak demikian. Lalui saja dengan pencapaian yang baik, kelak kita memang memiliki masanya nanti.

Selalu, terkadang rindu itu (rutin) hadir, mereka begitu nakal menyelinap kedalam organ bernama hati ini. Saya sedang melepaskan dengan baik, sayang. dengan mengutamakan merindukan Allah SWT, mengharapkan Keridhoa-NYA untuk dipertemukan dengan (Insya Allah) kau kembali.

Semoga, kita termasuk orang2 yang dikabulkan doanya atas apa yang dibutuhkan, bukan pada atas apa yang diinginkan.

* * *

Semakin malam saja disini, jemari masih bergerak lincah menekan2 keyboard, nyatanya dengan cara ini saya sedang melepaskan juga apa yang tengah hati rasakan, secara bergantian hiruk pikuk serangga mulai berdatangan memulai pekerjaannya. Menghisap kulit yang dibawah lapisannya terdapat darah segar mengalir. Sementara saya masih asik mengalirkan buncahan kata-kata yang meletup kuat digugusan sel-sel otak.

Akan ada banyak, ah, seberapa lengkap ya? Saya sendiri terkadang sulit menghitungnya satu-satu, mereka ibarat beras yang telah nanak menjadi nasi. Lantas kau mau menghitung nasi tersebut satu-satu? Hah, pertanyaan konyol bukan.

Bagaimana bisa saya tidak menghindarinya? nyatanya memang keadaan yang sedemikian itulah membuat kita tertaut jarak. Melengkapi gugusan rindu yang menggelayut pada sisi-sisinya. Ini demi masa depan yang baik, segalanya harus direncanakan sebaik pula. Melihat mereka nantinya (generasi-generasi kita) dapat mengecap pendidikan Jasmani dan rohaniah dengan baik. Insya Allah

[Novel Distancer A.D ~ Senja dipenghujung kejauhan kita hal. 10]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline