Isu penundaan pemilu 2024 yang digumamkan sejumlah elite partai politik seperti ketua umum partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang akrab disapa Cak Imin, Ketua umum partai Golkar Airlangga Hartanto serta ketua umum partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan kini menjadi perbincangan yang kembali hangat di kalangan masyarakat Indonesia.
Akhir -akhir ini dunia akademik Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang (STFT WS). Dalam mata kuliah kewarganegaraan, membuka forum diskusi bagi mahasiswanya untuk menanggapi isu tersebut
Beberapa mahasiswa rupanya banyak yang kontrak apabila pemilu ditunda hanya ada satu dua mahasiswa yang pro dengan isu tersebut. Menyimak argumentasi yang disampaikan rupanya semuanya menginginkan agar konstitusi tetap dijalankan sebagaimana kesepakatan bersama. Kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan seperti dalam mimpi buruk dalam masa orde baru juga kerap menjadi alasan mengapa mereka kontra.
Isu penundaan pemilu 2024 mungkin saja dapat terwujud. Pasalnya para pemimpin negara melihat sedang melihat realitas yang ada yang masih mengkhawatirkan seluruh warga negara. Pandemi yang juga belum menunjukkan lampu hijau membuat pemerintah tetap waspada demi keselamatan dan pertahanan negara.
Namun sayangnya masyarakat Indonesia terlalu idealis. Apa yang tertulis tetap tertulis. Barangkali trauma masa orde baru yang terus menghantui pikiran rakyat sehingga menutup semua kemungkinan yang akan terjadi. Semua yang tidak sesuai dengan konstitusi selalu dianggap menghianati negara demokrasi dan perjuangan para pendiri.
Namun pertanyaannya adalah jika negara benar-benar dalam keadaan darurat seperti pandemi ini apakah kita harus tetap melaksanakan pemilu. Bukankah konstitusi dibuat untuk masyarakat bukan masyarakat untuk konstitusi. Jangan sampai kita jadi boneka dengan ketaatan buta.
Menurut saya sendiri bahwa jika atmosfer kesehatan atau pandemi ini belum benar-benar menjadi endemi. Sebaiknya pemilu ditunda saja. Demi keselamatan bersama dan keselamatan bangsa. Alasan ini sesuai realitas dan bukan dibuat-buat. Toh, ini bukan sesuatu yang hanya menjadi polemik di negara kita bahkan seluruh negara di dunia. Beberapa negara juga membatalkan pemilu karena situasi yang masih belum bersahabat ini. Lalu mengapa kita harus bersikukuh untuk melaksanakan pemilu seolah-olah pandemi ini sudah berlalu. Jika kasus positif melonjak siapa yang akan merugi, tentu negara dan seluruh masyarakat Indonesia.
Namun saya pun sedikit ragu bahwa jangan-jangan ini hanyalah permainan para elite politik yang memiliki kepentingan. Kita mendengar bahwa menteri kesehatan mengatakan jika masyarakat sudah divaksin 2 kali, sudah boleh jalan-jalan ke Mal. Jika berjalan-jalan saja bisa mengapa pemilu tidak? Ada apa sebenarnya ini.
Sebagai warga negara terkhusus pemuda Indonesia, saya tetap mendukung apa pun kebijakan pemerintah. Hanya apa pun yang telah yang telah ditetapkan perlu disosialisasikan dan mengemukakan alasan yang logis dan demi kesejahteraan masyarakat bukan hanya demi kepentingan. Penundaan pemilu 2024 memiliki konsekuensi ternodanya konstitusi kita.
Kita tahu bahwa dalam UUD 1945 pasal 22 E mengatakan bahwa "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali". Artinya apa setelah lima tahun kita wajib menyelenggarakan pemilu. Selain itu jika pemilu ditunda presiden kita sekarang akan memegang jabatan lebih dari 10 tahun.