Seorang guru yang mengajar dengan tidak sungguh-sungguh, tidak paham dengan materi yang diajarkan dan tidak menaruh perhatian terhadap mata pelajaran.
Dapat memberikan kesan negatif kepada para muridnya dan kerap kali para murid meremehkan materi yang diajarkan. Sebab seorang murid dapat menangkap aura gurunya.
Guru-guru yang seperti ini belum memiliki semangat dalam mengajar. Kerap kali Merasa tidak cocok dengan tugas yang diembannya. Ia mengejar hanya karena ingin memiliki pekerjaan, status atau hanya ingin mendapatkan upah semata.
Menjadi guru bukanlah hal spontanitas. Untuk menjadi seorang guru, prosesnya harus dimulai sejak di bangku perkuliahan. Dengan cara membiasakan diri mulai dari hal yang paling kecil.
Misalnya, cara berpakaian layaknya seorang guru, cara berpikir layaknya seorang guru bukan anak yang baru gede, serta bersikap dan bertingkah laku bak seorang guru sejati.
Sebab pembiasaan ini dapa menjadi landasan terbentuknya karakter. Menurut Covery, dalam pembiasaan itu ada gabungan pengetahuan, kemauan, dan keterampilan. Pengetahuan yang benar yang didorong oleh kehendak yang kuat harus membutuhkan keterampilan yang memadai untuk mewujudkannya.
Mengapa guru harus mempunyai spiritualitas dalam mengajar? Sebelumnya akan dijelaskan makan kata spiritualitas. Spiritualitas berasal dari bahasa latin Spiritus, artinya nafas, nyawa roh, jiwa, kesadaran diri, sikap (Prent, Adisubrata, Poewadarminta, 1969).
Dalam pengertian tersebut spiritualitas menggandeng makna tentang sesuatu yang menghidupkan, memberikan semangat dan mempengaruhi tingkah laku setiap orang.
Juga dapat dimaknai sebagai kesadaran diri yang mendalam seseorang yang mempengaruhi kehidupannya. Schreurs (2002, dalam NN, 2018) memaparkan pengertian spiritualitas sebagai hubungan personal terhadap yang transenden.
Spiritualitas memberikan semangat kepada seseorang dalam menatap hidupnya, dan penuh keyakinan dalam bertindak, penuh sukacita dan setia dalam menjalankan tugasnya.