Lihat ke Halaman Asli

Menanti Kejujuran Moral Marianus Sae dan Sikap Politik PDIP

Diperbarui: 11 Desember 2017   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bupati Ngada, Marianus Sae (Foto: tempo.co)

Sejak tahun 2013 lalu, kasus skandal sex Marianus Sae (MS) terus menyulut simpati publik. MS menjadi satu-satunya bupati di NTT bahkan mungkin di seluruh Indonesia yang melampiaskan nafsu seksual kepada pembantunya sendiri, Natalia.

Publik NTT terus bertanya, bagaimana mungkin seorang bupati tega melakukan aksi sebejat itu? Peristiwa ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang berbeda, namun yang jelas, melalui kasus ini terkuak suatu pola baru dalam relasi kekerasan terhadap perempuan.

Ini bukan lagi kasus seorang laki-laki menghamili perempuan dalam relasi percintaan. Bukan! Kasus ini adalah kekerasan seksual dimana posisi seorang bupati yang powerful (kuat) menindas pembantu rumah tangganya sendiri yang powerless (lemah).

Dalam bercinta, syaratnya harus ada relasi yang seimbang (equal) antara laki-laki dan perempuan. Namun dalam kasus ini, hubungan itu sama sekali tidak terlihat. Kalau memang Natalia, mantan pembantunya MS, menjalani hubungan itu atas dasar suka sama suka atau karena cinta yang membara, mengapa dia berontak dan membongkar kasus ini ke publik?

MS yang tega menghamili pembantunya sendiri sesungguhnya bukti kekuasaan bupati Ngada, NTT dua periode ini telah dipakai untuk merendahkan kaum perempuan. Seorang pembantu rumah tangga yang posisinya lemah 'diperkosa' oleh tuannya sendiri yang posisinya kuat secara ekonomi dan politik. 

Tak hanya sampai di situ, Natalia sendiri juga mengaku terus diintimidasi saat menuntut pertanggungjawaban bupati MS. TRUK-F, lembaga perlindungan perempuan yang mendampingi Natalia, juga membenarkan hal itu. 

TRUK-F sendiri pernah melaporkan kasus ini untuk ditindaklanjuti secara politik di DPRD Ngada pada 18 Desember 2013 silam. Namun hingga kini, laporan itu tak kunjung dibahas.

Surat laporan bernomor 30/DP/TRUK-F/2013 tersebut, terdiri dari tiga lampiran, yakni surat permandian anak korban, surat kuasa dan surat kesediaan Natalia tinggal di shelter St. Monika, Maumere.

Dalam surat laporan tersebut ditegaskan beberapa hal, di antaranya, pertama, benar telah terjadi hubungan intim antara Marianus Sae dan Sisilia Maria Natalia sampai melahirkan seorang anak bernama Reginaldus Flavius yang saat itu berumur 1 tahun 7 bulan. Hal ini berdasarkan pengakuan dari korban yang selama lima bulan didampingi Divisi Perempuan Truk-F.

Kedua, tindakan amoral bupati Ngada merupakan bentuk penyelewengan kekuasaan yang dipercayakan masyarakat kepadanya. Ketiga, Marianus Sae sebagai seorang pejabat publik yang sepatutnya tidak memberikan teladan buruk kepada masyarakat.

Keempat, persoalan ini telah menimbulkan lahirnya kekerasan baru dengan munculnya kelompok-kelompok dalam masyarakat Ngada yang menuntut kejujuran dari Bupati Ngada. Kelima, tindakan Bupati Ngada dengan berbagai bentuk penyangkalannya telah mencederai kebenaran yang seharus diperjuangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline