Lihat ke Halaman Asli

Ide untuk Timnas

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ucapan "salam olahraga" yang sering didengung-dengungkan di beberapa acara televisi dan terkesan menambah semangat dalam suatu permainan olahraga, menjadi kehilangan spiritnya ketika meilhat permainan Tim Nasional Indonesia pasca pertandingan kualifikasi Piala Asia 2011 melawan Oman. Semangat dan dukungan moril dari para suporter fanatik Indonesia yang rindu akan kemenangan seolah luntur lantaran kecewa melihat penampilan Timnas kala menjamu Oman. Inilah dilema yang menimpa wajah sepakbola tanah air. Mimpi menjadi tuan rumah PD 2022 pun mulai menciut. Dari kacamata komentator dan pengamat sepakbola, kekecewaan tingkat tinggi wajar terangkat ke permukaan apabila melihat bagaimana nikmat dan nyamannya para pemain Oman mengontrol dan mengoper bola serta menguasai jalannya pertandingan layaknya mejadi tuan rumah. Tidak heran jika para penonton dan suporter Indonesia cenderung kesal melihat aksi Bambang Pamungkas dkk. Mereka tampil tanpa gereget dan arah untuk meraih kemenangan. Alhasil, pelampiasan kekecewaan suporter hampir menyamakan kedudukan menjadi 2-2, apabila aksi solo-run Hendri Mulyadi berujung dengan finishing berbuah gol ke gawang kiper Al Habsy. Ya, tajuk kekalahan Timnas dan aksi nekad sang suporter sudah bukan barang baru lagi. Namun, akan menjadi baru dan tidak akan basi apabila tajuk itu beralih pada solusi dan gagasan untuk tim nasional kita dalam rangka meningkatkan prestasi. Bosankah anda melihat timnas kita yang diisi pemain-pemain langganan timnas layaknya Bambang Pamungkas, Ponaryo Astaman, dan Charis Yulianto? Jujur secara personal saya bingung dengan stagnansi yang ada dalam daftar pemain timnas kita. Apakah diantara sekitar 220 juta penduduk kita tidak ada lagi yang memiliki kemampuan mumpuni dalam sepakbola? Pasti ada, hanya permasalahannya terletak pada kepengurusan PSSI dalam pencarian, pemantauan, dan perekrutan pemain. Sebagai salah satu solusi, PSSI sebaiknya memiliki sejumlah tim pemandu bakat yang ditempatkan secara menyeluruh di ke-33 propinsi. Proses pencarian bakat dapat dimulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA, serta universitas. Apalagi berbagai kegiatan ekstrakurikular di tingkat sekolah, khususnya sepakbola, akan sangat menunjang proses pencarian talenta-talenta hebat tanah air. Untuk level kompetisi, pencarian bakat jangan hanya dipantau dari divisi utama saja, tetapi juga semua divisi. Sejumlah pemain di divisi utama pun memiliki skill berkualitas namun sayangnya tidak dipanggil ke timnas kini atau sudah dipanggil ke timnas namun hanya mengisi barisan bench. Sebutlah nama-nama semacam Andi Odank, Eduard Ivakdalam, dan Atep. Setelah mencari bakat, langkah selanjutnya barulah dilanjutkan dengan proses pembinaan dan pelatihan secara intensif dan konsisten untuk dapat meningkatkan bukan hanya teknik dan skill individu, tetapi juga stamina dan kebugaran! Dua hal penting yang sepertinya menjadi momok bagi pemain Indonesia saat memasuki babak kedua, inilah yang menimbulkan inkonsistensi permainan. Untuk mengaplikasikan hal ini, revolusi besar harus dilakukan di tubuh PSSI, mulai dari jajaran pengurus yang jabatannya rendah hingga ke ketua PSSI. Bila orang-orang ini secara fungsional tidak memiliki kontribusi maksimal, lebih baik disubstitusi dengan mereka yang lebih kompeten dibidangnya. Pembangunan infrastruktur yang lengkap dan berkualitas sebagai sarana latihan perlu dilakukan seiring dengan proses pencarian bakat. Terkait dengan hal ini, baru-baru saja pembangunan pemusatan latihan di kawasan Senayan tengah dipersiapkan Nurdin Halid. Semoga saja langkah bijak ini menjadi langkah awal nan bijak dalam rangka perbaikan mutu tim nasional kita. Sebuah ide gila disampaikan oleh seorang teman. Menurutnya, mengingat beberapa pesepakbola Brazil berasal dari pesepakbola jalanan, bayi-bayi Indonesia yang masih kecil ada baiknya dikirim ke Brazil untuk berlatih sepakbola disana dengan menjadi pemain bola jalanan terlebih dulu. Kelak ketika remaja, mereka dikembalikan ke Indonesia mungkin dengan skill yang seimbang dengan anak-anak Brazil untuk siap berkompetisi dan memperebutkan tempat di timnas. Gagasan ini memang terdengar gila dan sulit direalisasikan, tapi jika ide ini terwujud, bayangkan talenta-talenta sepakbola Indonesia yang "mungkin" akan beraroma samba walaupun tidak sefenomenal Kaka atau Ronaldinho. Sebagai pecinta sepakbola dan fans timnas Indonesia, saya berharap tentunya timnas kita dapat menuai kemenangan kembali dan lebih banyak prestasi di kemudian hari. Dan, jika tahun 2012 belum kiamat, sepuluh tahun selanjutnya mimpi Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia dapat terwujud. Bagi para suporter, teruslah bermimpi dan mendukung timnas. Namun, bagi PSSI, janganlah bermimpi, tapi bertindak dan realisasikan mimpi itu. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline