Stafsus Raja dan Seni Menabur Garam
Demi tampil smart dan heroik, seorang stafsus raja memutuskan untuk mengunjungi seorang tokoh antitoleransi untuk meminta nasihat tentang toleransi dan keberagaman. Seperti mencoba mengajarkan ikan berenang di darat, atau menggarami lautan yang sudah asin. Tentu saja, hasilnya adalah sebuah pertunjukan komedi yang tidak disengaja.
Seperti siang ini, Stafsus Raja yang terkenal dengan kebijakannya yang selalu "sesuai dengan perkembangan zaman" memutuskan untuk melakukan kunjungan kehormatan ke kediaman Pak Tega, seorang tokoh yang dikenal luas karena pandangannya yang kurang bersahabat dengan keberagaman. Tujuannya? Meminta nasihat tentang toleransi. Ya, Anda tidak salah dengar. Ini seperti meminta api untuk mengajarkan cara menjadi air.
"Pak Tega, saya datang ke sini untuk belajar tentang toleransi," kata Stafsus Raja dengan wajah serius, seolah-olah dia sedang membahas rencana penyelamatan dunia.
Pak Tega, yang sedang asyik menulis tweet panjang tentang betapa bahayanya perbedaan, mengangkat alisnya. "Toleransi? Anda datang ke tempat yang salah, Stafsus. Saya ini lebih ahli dalam hal ketidaktoleransian."
Tapi Stafsus Raja tidak menyerah. "Justru itu, Pak. Saya ingin mendengar perspektif Anda. Bagaimana kita bisa membangun toleransi di tengah perbedaan?"
Pak Tega tersenyum sinis. "Mudah saja. Pertama, semua orang harus sepakat dengan pendapat saya. Kedua, yang tidak setuju, silakan pergi dari negeri ini. Sederhana, bukan?"
Stafsus Raja mengangguk-angguk, seolah-olah sedang mendengar kata-kata bijak dari seorang filsuf. "Wah, menarik sekali, Pak. Tapi bagaimana jika ada yang tidak setuju?"
"Ya sudah, itu urusan mereka. Yang penting kita tetap pada pendirian kita. Toleransi itu hanya untuk yang sepaham dengan kita," jawab Pak Tega dengan bangga.
Stafsus Raja pun pulang dengan wajah puas, seolah-olah telah menemukan harta karun kebijaksanaan. Dia langsung mengadakan konferensi pers dan berkata, "Saya telah belajar banyak dari Pak Tega. Toleransi itu penting, asalkan semua orang berpikir seperti kita."
Dan begitulah, upaya Stafsus Raja untuk menggarami lautan kebencian berakhir dengan sebuah pertunjukan komedi yang membuat semua orang tertawa, kecuali mungkin mereka yang masih percaya pada omongannya.