Panggilan Kita sebagai Cahaya Kristus Melalui Persembahan Diri dan Kepasrahan seperti Simeon dan Hana
Setiap orang yang percaya kepada Kristus dipanggil untuk menjadi terang dunia. Namun, menjadi terang bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kesetiaan, kerendahan hati, dan pengorbanan.
Kisah Yesus yang dipersembahkan di Bait Allah (Lukas 2:22-40) mengajarkan kita bahwa kehadiran-Nya adalah wujud kasih Allah yang menyelamatkan, sekaligus panggilan bagi kita untuk hidup dalam kesetiaan.
Melalui Maleakhi 3:1-4, Ibrani 2:14-18, dan Injil Lukas, kita diajak merenungkan bagaimana iman kita dapat menjadi cahaya yang menerangi dunia di tengah segala tantangan zaman ini.
1. Persembahan Diri: Menjadi Alat di Tangan Tuhan
Dalam Maleakhi 3:1-4, kita mendengar tentang kedatangan seorang utusan yang akan membersihkan dan menyucikan umat Allah. Yesus adalah penggenapan nubuat ini. Ia datang untuk memurnikan hati manusia dari dosa dan keegoisan. Namun, bacaan ini juga mengajak kita untuk merenungkan persembahan diri kita kepada Tuhan.
Seperti Yesus yang dipersembahkan di Bait Allah, kita pun dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan. Ini berarti menyerahkan segala rencana, impian, dan keinginan kita ke dalam tangan-Nya.
Persembahan diri adalah langkah pertama untuk menjadi terang dunia. Tanpa kepasrahan total, kita tidak bisa sepenuhnya menjadi alat di tangan Tuhan. Apakah kita sudah mempersembahkan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan? Bagaimana kita bisa lebih menyerahkan diri kepada-Nya dalam kehidupan sehari-hari?
2. Kepasrahan seperti Simeon dan Hana: Menanti dengan Iman dan Kesabaran
Lukas 2:22-40 memperkenalkan dua tokoh inspiratif: Simeon dan Hana. Mereka adalah gambaran kesetiaan dan kepasrahan total kepada Tuhan. Meskipun usia mereka sudah lanjut, mereka tetap setia menantikan janji Tuhan. Ketika akhirnya mereka bertemu Yesus, mereka menyambut-Nya dengan sukacita dan pujian.
Kepasrahan Simeon dan Hana mengajarkan kita untuk menanti dengan iman dan kesabaran. Mereka tidak mengeluh atau putus asa meski harus menunggu bertahun-tahun. Mereka percaya bahwa Tuhan selalu setia pada janji-Nya.
Kepasrahan mereka adalah contoh nyata bagaimana kita seharusnya menghadapi kehidupan: dengan iman yang teguh dan hati yang penuh syukur. Apakah kita bisa meneladani kepasrahan Simeon dan Hana dalam menghadapi ketidakpastian hidup? Bagaimana kita bisa lebih bersabar dan percaya pada rencana Tuhan?