Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

[Horor Filsafat]: Di Bawah Beringin Beranak

Diperbarui: 30 November 2024   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(perang antara kotak kosong dan kepala kosong, olahan gemAIBot, dokpri)

Di Bawah Beringin Beranak

Malam Jumat Kliwon. Desa Kepuh membeku dalam keheningan yang mencekam. Pohon beringin tua di ujung desa berdiri angkuh, akar-akarnya menjuntai seperti tangan tua yang memohon ampun. Namun, di sanalah makhluk-makhluk tak kasat mata berkumpul, merayakan sesuatu yang tak pernah dimengerti oleh manusia. Mereka yang bernyali pun tak berani mendekat saat malam ini tiba. Pohon beringin itu bukan sekadar pohon. Ia punya nyawa, punya cerita, dan punya saksi: Kotak Kosong dan Kepala Kosong.

Dua entitas ini adalah legenda sekaligus mimpi buruk Desa Kepuh. Kotak Kosong adalah wujud dari kehampaan, sebuah kotak kayu tua yang tampak biasa saja, tapi konon menyimpan kekuatan memalukan: ia bisa membuat manusia kehilangan harga diri di depan umum. Ia dikenal suka mencuri suara politisi yang tak tahu malu, membuat mereka terdiam di tengah pidato dan melupakan kata-kata. "Lihat aku!" serunya dalam tawa serak setiap malam Jumat Kliwon. "Aku kosong, tapi aku mampu menggagalkan ambisi manusia yang serakah!"

Di sisi lain, ada Kepala Kosong, sebuah kepala tanpa tubuh yang mengambang, penuh isi tetapi tak pernah digunakan dengan bijak. Kepala Kosong selalu merasa lebih unggul dari Kotak Kosong. "Aku punya otak, Kotak Kosong! Kau hanya kayu tak berisi," ejeknya dengan suara menggelegar. Namun, meski punya otak, Kepala Kosong tak pernah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Ia sering menyusup ke dalam pikiran manusia dan membuat mereka membuat keputusan bodoh: menjadikan kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan rakyat.

Setiap malam Jumat Kliwon, di bawah beringin tua yang kini telah beranak-pinak menjadi banyak pohon kecil, Kotak Kosong dan Kepala Kosong bertemu. Mereka bergelantungan di akar-akar yang menggantung, seperti dua penguasa yang saling mengklaim takhta.

"Kau tak lebih dari sebuah kotak! Apa hebatnya menjadi kosong?" Kepala Kosong membuka perdebatan malam itu, suaranya bergema hingga ke pelosok desa.

"Dan kau, Kepala Kosong, punya otak tapi tak tahu cara memakainya," balas Kotak Kosong, tertawa mengejek. "Apa gunanya memiliki isi jika hanya digunakan untuk menciptakan kerugian dan kebodohan?"

Para hantu penghuni beringin, dari kuntilanak sampai genderuwo, menjadi penonton setia. Mereka tertawa kecil mendengar dua makhluk itu beradu mulut setiap malam Jumat Kliwon. Tapi malam ini berbeda. Ada sesuatu yang lebih dingin dari biasanya, sesuatu yang membuat para hantu pun merasa cemas.

Tiba-tiba, sebuah suara lain muncul dari dalam pohon beringin, suara yang tak pernah terdengar sebelumnya. Dalam gelap, pohon itu bergemuruh, akarnya bergeser seperti ular hidup. "Cukup!" suara itu memerintah, berat dan menakutkan. Semua terdiam.

Dari akar beringin yang paling dalam, muncul sosok misterius. Ia berbentuk manusia, tetapi tubuhnya transparan seperti bayangan. "Kalian, Kotak Kosong dan Kepala Kosong, sudah terlalu lama menjadi penghuni tak berguna di sini. Malam ini, aku akan memberikan kalian ujian. Siapa pun yang kalah, akan lenyap selamanya dari dunia ini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline