Kopi di Hari Pahlawan
Secangkir kopi hitam, pekat dan hangat,
Menemani ingatan akan jejak para pejuang kuat,
Mereka tinggalkan warisan, bakar semangat,
Tapi kini, terhapus kabur oleh angkuh nan jahat.
Di tiap seruput terasa perih luka zaman,
Bergetar melihat nilai-nilai pahlawan dicemari tangan,
Korupsi menggerogoti, intoleransi merangkul bencana,
Merusak perjuangan, mengguncang jiwa yang setia.
Namun di ujung cangkir, ada sisa harapan tertuang,
Bagi yang masih percaya, yang tetap berjuang,
Menyatukan tekad, menjaga nilai-nilai pahlawan,
Kopi ini saksi, kami siap teruskan amanat yang tertinggal.
Melalui puisi "Kopi di Hari Pahlawan" ini saya hendak menggambarkan sebuah refleksi yang mendalam terhadap perjuangan para pahlawan yang telah memberi warisan semangat dan nilai-nilai luhur bagi bangsa. Warisan ini seharusnya menjadi panduan untuk tetap menjaga persatuan, kejujuran, dan rasa cinta tanah air yang mereka tanamkan.
Namun, kenyataan hari ini menimbulkan rasa sesal karena semakin banyak nilai kepahlawanan yang dirusak oleh praktik korupsi, intoleransi, dan tindakan-tindakan yang mengkhianati pengorbanan para pahlawan bahkan oleh mereka yang melakukan sumpah jabatan dengan diletakkan di atas Kitab Suci, diapit oleh rohaniwan dan lantang berseru hingga terdengar ke segenap penjuru . Perilaku negatif ini mengaburkan jejak perjuangan dan mengancam fondasi bangsa yang dibangun dengan susah payah.
Lalu pada bagian akhir puisi saya berusaha mengangkat harapan agar kita tetap berpegang pada semangat kepahlawanan, menjaga dan melanjutkan perjuangan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ketekunan, kita bisa menjadi generasi yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur ini demi masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H