SELAMAT JALAN OPA RAFAEL, OPA SALIB BESAR
Kemarin siang pukul 14.38 saya masih mengirim pesan WA untuk Oma Maria, "Oma, bagaimana keadaan Opa?" Pesan masuk centang dua tapi belum terbaca hingga tadi pagi berita kepergian Opa tersiar di WAG KPKDG Yogyakarta, dari Bu Awesti tetangga Pak Rafael. Opa dinyatakan meninggal dunia pukul 04.00 pagi di RSPR
Tanggal 24 Oktober 2024 kemarin Opa Rafael merayakan ulang tahunnya yang ke-70 tahun. Opa sungguh menjalankan amanat Kitab Mazmur, "Batas usia manusia 70 tahun, 80 jika kuat. Opa hanya sampai 70 tahun.
Kami mengenal Opa Rafael dan Oma Maria hampir 8 tahun yang lalu. Pagi itu Opa dan Oma sedang jogging lalu mampir ke rumah. Kami ngobrol banyak sekali termasuk kesukaan Opa untuk ikut misa hari Minggu di Gereja Santo Petrus dan Paulus Paroki Minomartani. "Saya suka misa di Minomartani karena Salibnya Besar. Rasanya ayem seperti dipeluk langsung oleh Yesus." Sejak saat anak pertama dan kemudian adiknya memanggil Opa Rafael dengan sebutan "Opa Salib Besar." Panggilan itu amat disenangi Opa.
Selain itu kami bercerita tentang kekayaan sungai di Papua. Ikan-ikan yang melimpah ruah yang diambil secukupnya oleh warga bila sedang membutuhkan saja. Ikan tidak ditangkap sesuka hati lalu dibiarkan tidak dimanfaatkan. Saya mengusulkan agar semua obrolan dituliskan saja. Keesokan harinya Opa datang membawa 12 halaman kertas kuarto cerpen hasil tulis tangan. "Opa, kalau bisa tulisan ini dibagi ke dalam dua cerpen atau lebih." Usulan diterima dan kemudian ditulis ulang menjadi dua cerpen bahkan dari sana mengalir cerpen demi cerpen termasuk ketika sedang menderita sakit pun Opa masih terus menulis cerpen yang dimuat di Mingguan HIDUP dan Minggu Pagi.
Sebuah keteladanan yang luar biasa dari Opa untuk kami penulis muda, bahwa tak ada alasan apapun untuk terus berbagi melalui dan dengan menulis. Menulislah untuk keabadian. Raga kita boleh tiada, tetapi nama akan terus lestari bersama tulisan yang diwariskan.
Sebuah Kehilangan
Kehilangan Opa Rafael Priyono begitu mendalam bagi kami yang mengenalnya. Ia bukan hanya seorang sahabat, seorang guru, dan penulis yang senantiasa memberi inspirasi, tetapi juga seorang pribadi yang memiliki iman yang begitu kuat dan mendalam. Di usia 70 tahun yang baru saja dirayakannya pada 24 Oktober lalu, Opa Rafael berpulang, meninggalkan warisan kasih dan keteladanan yang tak akan pernah terlupakan, bagi istri, anak-anak dan cucu serta siapapun yang mengenalnya, termasuk para penulis yang tergabung dalam Komunitas Penulis Katolik Yogyakarta (KPKDG). Terima kasih atas kebaikan Opa dan Oma selama ini yang jadikan rumah Mijil sebagai basecamp tempat kita rapat persiapan atau evaluasi pelatihan menulis.
Opa Rafael adalah sosok yang menemukan kekuatan hidup dalam iman yang teguh. Sejak masa mudanya, ia telah menjalin devosi mendalam kepada Bilur-bilur yang Kudus Tuhan Yesus, keyakinan yang ia pegang erat sepanjang hidupnya. Setiap luka dan penderitaan yang ia alami ia serahkan kepada Tuhan, dan ia percaya bahwa di dalam bilur-bilur Tuhan Yesuslah ia selalu menemukan kesembuhan, baik untuk jiwa maupun raganya. Iman yang ia jalani dengan penuh ketulusan ini membentuk pribadinya sebagai pribadi yang tegar, penuh kasih, dan selalu menyemangati orang lain dengan keyakinan akan kekuatan Tuhan.
Kita kehilangan seorang sahabat yang dengan kasih tulus membimbing dan menginspirasi kita. Dalam segala perannya, baik sebagai guru yang tak kenal lelah di pedalaman Kalimantan dan Papua, penulis yang menyuarakan kebaikan dalam cerpennya, maupun sahabat yang senantiasa hadir dalam suka duka, ia senantiasa membawa iman yang menguatkan kami semua. Kini ia telah berpulang, namun keyakinan dan kesaksian imannya menjadi warisan yang tak ternilai bagi kami.
Menurut info langsung dari Oma Maria,
Jenazah Opa akan dikebumikan pada hari Kamis, 31 Oktober 2024
di Bandungan Ambarawa.
Misa Requiem akan dilakukan
pada hari Rabu, 30 Oktober 2024 pukul 19.00
setelah menunggu Ade Gibran putra bungsu tiba dari Papua.