Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

Keterpesonaan di Layar Kompasiana

Diperbarui: 7 Oktober 2024   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(kompasiana.com)

Keterpesonaan di Layar Kompasiana

Sejak pertama kali mengenal internet, Aldo tak pernah benar-benar peduli dengan apa yang dibaca orang lain. Baginya, dunia maya hanyalah tempat untuk mencari hiburan sesaat atau memenuhi tuntutan pekerjaan. Namun, segalanya berubah ketika suatu malam, saat ia tak sengaja membuka sebuah platform bernama Kompasiana.

Aldo mengerutkan kening ketika pertama kali melihat laman utamanya. Tampak sederhana, dengan tulisan-tulisan yang berbaris rapi, menampilkan topik dari berbagai tema: politik, ekonomi, budaya, bahkan cerita kehidupan sehari-hari. Awalnya ia berpikir, "Ah, hanya satu lagi dari sekian banyak tempat orang-orang menulis hal-hal yang tidak penting." Tetapi, tanpa disadari, jemarinya bergerak, mengklik sebuah artikel berjudul "Menghadapi Kehidupan dengan Tawa: Pelajaran dari Pedagang Kaki Lima."

Tulisan itu ditulis oleh seorang yang menyebut dirinya "Penulis Jalanan." Aldo tidak tahu siapa dia, tapi kata-kata dalam tulisan itu begitu sederhana namun begitu hidup, seakan sang penulis berbicara langsung dengannya. Tentang seorang pedagang yang tetap tertawa di tengah sulitnya hidup, tentang bagaimana menghadapi masalah tanpa kehilangan semangat. Aldo tiba-tiba merasa tersentuh, meski ia tak mengenal sang penulis atau pedagang yang diceritakan.

Sejak malam itu, Aldo semakin sering membuka Kompasiana. Ada banyak cerita, opini, dan pengalaman hidup yang sebelumnya tak pernah ia pikirkan. Ia membaca tulisan-tulisan dari para Kompasianer yang menceritakan tentang perjuangan hidup, cinta, cita-cita, hingga ulasan mendalam tentang politik dan ekonomi. Namun, di balik semua topik yang beragam, Aldo selalu merasakan sesuatu yang sama: kejujuran. Setiap tulisan, seberapa sederhana atau rumit pun, selalu hadir dengan kejujuran yang menyentuh, tanpa pretensi atau basa-basi.

Suatu malam, ia menemukan sebuah artikel dengan judul yang menarik perhatian, "Saat Kata-kata Menyelamatkan Hidupku." Artikel itu bercerita tentang seorang pria yang tengah berada di ambang keputusasaan. Kehidupannya porak poranda, pekerjaannya hilang, keluarganya tercerai-berai, dan ia merasa bahwa dunia sudah tak lagi memberinya tempat. Namun, saat ia tak sengaja membuka Kompasiana dan membaca tulisan-tulisan tentang pengalaman hidup yang lebih keras dari miliknya, ia menemukan kembali secercah harapan. Pria itu mulai menulis, berbagi ceritanya sendiri, dan menemukan bahwa ada banyak orang di luar sana yang peduli, memberi dukungan, dan menyemangatinya untuk terus bertahan.

Aldo merasa ada getaran di dalam hatinya. Ia teringat masa-masa ketika dirinya sendiri hampir menyerah. Kehidupan tak selalu ramah padanya; ada saat-saat di mana ia merasa terasing, tak punya tujuan, bahkan kehilangan arah. Namun, berbeda dengan pria dalam cerita itu, Aldo tidak pernah berpikir untuk menulis atau berbagi apa yang ia rasakan. Bagi Aldo, perasaan-perasaan itu harus tetap terkubur di dalam dirinya sendiri, karena ia tak ingin terlihat lemah di mata orang lain.

Tapi kini, setelah sekian lama menghabiskan waktu di Kompasiana, Aldo mulai melihat menulis dari sudut pandang yang berbeda. Menulis bukan hanya tentang menghasilkan karya atau mencari pengakuan, tapi juga tentang menyembuhkan diri sendiri. Ada sesuatu yang ajaib dalam kata-kata; mereka bisa mengangkat beban yang tak terlihat, mengurai perasaan yang terpendam, dan yang terpenting, menghubungkan hati manusia yang tak pernah saling mengenal.

***

(ilustrasi hasil olahan GemAIBot, dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline