Tulisan di bawah ini merupakan hasil pelatihan beberapa waktu lalu bersama mahasiswa Flobamorata USD Yogyakarta. Dari dua puluhan naskah yang masuk dipilih tiga terbaik. Dan akan dimuat dalam kompasiana ini dan beberapa media online lainnya
Sebuah Pengantar
Manusia dalam memahami Tuhan sering kali dimulai dari tradisi dan kebudayaan lokal yang diwariskan turun-temurun. Kebudayaan lokal menawarkan berbagai bentuk ritual sebagai ungkapan rasa syukur atas kebaikan Sang Ilahi, dan setiap budaya di Indonesia memiliki cerita serta kekhasannya sendiri dalam setiap ritual.
Pemikir Mircea Eliade menyebut bahwa kehidupan dapat diubah melalui pengalaman "sakramental," (Mircea Eliade 1970: 195) di mana simbol-simbol menjadi pintu menuju kehidupan spiritual yang sejati. Warisan agama rakyat, yang telah berlangsung sejak lama, merupakan bentuk kehidupan spiritual yang sangat kuat dan dirasakan oleh manusia, bahkan melampaui ingatan sejarah manusia itu sendiri.
Ritual dalam kebudayaan sering kali menyimpan makna yang mendalam dan tidak selalu mudah dipahami oleh nalar. Salah satu ritual yang menarik perhatian Anda, Rai Fohon, merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Belu, khususnya Suku Matabesi di Atambua, sebagai bentuk syukur atas panen yang melimpah.
Dari bahasa Tetum, Rai berarti tanah dan Fohon berarti bukit atau tanah tinggi, yang secara keseluruhan mengacu pada tradisi makan hasil panen baru.
Dalam ritual ini, mereka mempersembahkan hasil alam kepada Yang Ilahi sebagai ungkapan terima kasih atas perlindungan dan berkah selama proses bercocok-tanam selama setahun.
Menariknya, ritual ini tidak hanya sekadar tindakan simbolis, tetapi juga mengandung aspek komunal yang kuat, mengikat masyarakat dalam kebersamaan dan hubungan yang erat dengan alam dan Sang Pencipta.
Menurut Eliade, ketika manusia berjumpa dengan yang sakral, mereka merasakan kehadiran suatu kekuatan yang berasal dari dunia seberang, sebuah realitas yang berbeda dari yang mereka kenal sehari-hari - sebuah dimensi keberadaan yang kuat, nyata, dan bertahan lama.
Dalam ritual Rai Fohon, pengalaman ekstasi yang dialami oleh para peserta mencerminkan tahap akhir dari sebuah proses mistik yang mendalam. Ekstasi, yang diartikan sebagai rasa menyatu dengan Sang Ilahi, adalah pengalaman spiritual yang intens di mana jiwa manusia tampak terlarut dalam kehadiran Tuhan, Sang Sumber Kehidupan.
Pada tahap ini, manusia merasakan hubungan yang sangat intim dengan Sang Khalik, sebuah perasaan yang melampaui batas-batas fisik dan rasionalitas. Jiwa manusia tenggelam dalam kesatuan yang suci, mengalami kebahagiaan dan kepuasan yang mendalam.