Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

Istana Kelelawar

Diperbarui: 13 Agustus 2024   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri: GemAIBOT)

Istana Kelelawar

Di utara Pulau Flores, tersembunyi di antara ombak yang berdebur dan pohon-pohon bakau yang meliuk, berdirilah sebuah pulau kecil yang disebut Pulau Kelelawar oleh penduduk setempat. Setiap senja, ribuan kelelawar keluar dari sarangnya, menghiasi langit dengan siluet-siluet hitam yang bergerak serempak dalam kerumunan besar. Mereka terbang dari Istana Kelelawar, sebuah tempat yang dijaga ketat oleh kepercayaan dan mitos yang mencekam.

Istana itu bukan istana dalam arti sebenarnya. Tidak ada menara megah atau gerbang besar yang menyambut kedatangan. Istana Kelelawar adalah pohon randu raksasa yang terletak di tengah pulau. Cabang-cabangnya yang tebal dan lebat menutupi langit di atas, dan di sana, di puncak pohon, terdapat simbol gagak yang berdiri tegak, menatap dunia dengan tatapan kosong. Simbol itu terbuat dari kayu tua, namun masih terlihat gagah, seolah-olah dipahat oleh tangan-tangan yang memiliki kekuatan dari dunia lain.

Kisah tentang istana ini sudah lama beredar, berawal dari bisikan-bisikan yang pelan di tengah malam. Konon, ada sebuah kebenaran yang terpendam di dalamnya, kebenaran yang begitu gelap sehingga siapa pun yang mendekat, akan tersesat dalam kebohongan yang dipintal seperti jaring laba-laba. Orang-orang yang mencoba menguak misteri di dalamnya sering kali hilang tanpa jejak, atau kembali dengan mata kosong, seolah-olah jiwa mereka telah disedot keluar oleh kekuatan yang tak terlihat.

***

Malam itu, awan menggantung rendah, menambah aura misterius di sekitar Pulau Kelelawar. Guntur bergemuruh jauh di cakrawala, menandakan bahwa badai akan segera datang. Namun, di balik kegelapan dan ketakutan, ada seorang pemuda yang nekad bernama Timo, yang datang ke pulau itu dengan satu tujuan---menguak rahasia di balik Istana Kelelawar.

Timo bukan penduduk asli Flores. Ia seorang pengelana yang tersesat dalam pencarian akan jawaban dari berbagai pertanyaan yang memenuhi benaknya. Ia mendengar tentang Istana Kelelawar dari seorang nelayan tua yang sudah kehilangan hampir semua giginya, tapi masih memiliki suara yang serak dan keras seperti ombak yang menghantam karang. 

Cerita sang nelayan begitu menakutkan, penuh dengan deskripsi tentang kelelawar yang berpesta di malam hari, menghisap darah dan menyebarkan kegelapan di hati siapa saja yang mencoba mendekati pohon randu raksasa itu.

Namun, bagi Timo, kisah itu hanyalah pengantar dari petualangan baru. Ia percaya bahwa di balik setiap legenda, selalu ada sepotong kebenaran yang dapat ditemukan. Dan Timo, dengan segala keingintahuan yang membara di dadanya, memutuskan untuk menguji keberaniannya dengan menantang malam di Pulau Kelelawar.

Dengan perahu kecil yang berderit-derit ketika dihantam ombak, Timo berlayar ke pulau itu. Ia tahu bahwa malam ini, para kelelawar akan keluar dari sarangnya, tetapi ketakutan tak pernah menyentuh hatinya yang penuh dengan semangat muda. Sesampainya di pantai, Timo melompat turun, membiarkan perahunya hanyut dengan ombak, karena ia tahu tak ada jalan kembali. Tujuan utamanya adalah pohon randu raksasa, tempat simbol gagak berdiri sebagai penjaga.

Langkahnya mantap, meskipun hutan bakau yang mengelilingi pulau itu penuh dengan suara misterius. Akar-akar pohon mencuat dari tanah, seolah-olah mencoba menangkap kakinya, namun Timo terus melangkah, mata dan telinganya waspada. Akhirnya, ia tiba di tengah pulau, di mana pohon randu raksasa berdiri tegak, menjulang tinggi hingga hampir menyentuh langit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline