Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

Terbentur Pintu Umur

Diperbarui: 6 Agustus 2024   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri: GemAIBOT)

TERBENTUR PINTU UMUR

 

Di sudut kota Jakarta yang sibuk, seorang pemuda bernama Bima baru saja meraih gelar sarjana dari universitas ternama. Bima merasa sangat bersemangat untuk memulai perjalanan barunya di dunia kerja. Semangat itu perlahan terkikis oleh kenyataan yang dihadapinya.

Bima duduk di meja tamu di rumahnya, menatap layar komputer yang penuh dengan iklan lowongan pekerjaan. Ia melihat satu demi satu persyaratan yang tertera di sana. "Usia maksimal 25 tahun," "Pengalaman kerja minimal 2 tahun," dan kalimat-kalimat serupa lainnya terus menghantuinya. Padahal, Bima baru saja berulang tahun ke-21 dan belum memiliki pengalaman kerja yang signifikan selain magang selama kuliah.

Hari itu, ia menghadiri wawancara di sebuah perusahaan besar. Ia berharap ini akan menjadi kesempatan baginya untuk membuktikan bahwa meskipun usianya masih muda, ia bisa diandalkan. Ketika Bima duduk di hadapan pewawancara, ia berusaha sebaik mungkin menunjukkan keahlian dan antusiasmenya. Namun, akhirnya pewawancara berkata, "Kami mencari seseorang dengan lebih banyak pengalaman. Mungkin Anda bisa mencoba lagi setelah beberapa tahun."

Bima pulang dengan perasaan campur aduk. Di dalam angkot yang membawanya pulang, ia melihat sekeliling. Para penumpang lain tampak lelah, sibuk dengan pikiran masing-masing. Ia berpikir, apakah dirinya akan menghabiskan waktu bertahun-tahun tanpa arah, seperti sebagian dari mereka?

Selama di kampus, Bima selalu berusaha aktif dalam berbagai kegiatan. Ia terlibat dalam organisasi mahasiswa, menjadi asisten dosen, dan sering mengikuti seminar untuk memperluas wawasannya. Namun kini, semua usaha itu terasa sia-sia. Bima merasa kecewa karena kerja kerasnya selama ini belum membuahkan hasil.

Keesokan harinya, Bima memutuskan untuk mengunjungi kafe favoritnya, tempat ia biasanya menemukan inspirasi. Di sana, ia bertemu dengan Tia, seorang teman lama yang juga baru lulus. Tia bekerja sebagai freelancer dan tampaknya menikmati pekerjaannya. Mereka berbincang panjang lebar tentang masa depan dan tantangan yang dihadapi.

(dokpri: GemAIBOT)

"Kadang-kadang aku merasa kita terlalu dibatasi oleh angka," kata Tia. "Entah itu usia, pengalaman, atau nilai. Padahal, kita punya potensi yang lebih dari sekadar itu."

Percakapan dengan Tia membangkitkan semangat Bima. Ia mulai berpikir bahwa mungkin ada cara lain untuk menunjukkan kemampuannya. Bima memutuskan untuk memanfaatkan keahliannya di bidang desain grafis dan memulai proyek kecil-kecilan. Ia membuat portofolio online dan mulai menawarkan jasa desainnya melalui media sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline