Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

Kopi Selepas Magrib 2

Diperbarui: 17 Juli 2024   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kopi Selepas Magrib 2

#putibattgkejujuran

 

Di warung kecil selepas magrib bersua,
Tersaji hangat kopi dalam cangkir sederhana,
Seorang lelaki tua dengan senyum penuh makna,
Berbagi kisah kebaikan tanpa pamrih, tanpa cela.

Demi kejujuran ia teguh berdiri,
Ketulusan dalam setiap kata yang terucap,
Setiap tegukan kopi jadi saksi,
Perbuatan baik mampu menggapai hati yang retak.

Orang-orang pun datang, terinspirasi tak henti,
Di bawah sinar lampu kuning, mereka belajar mengerti,
Kebaikan tak mengenal waktu dan usia,
Mengajarkan kita untuk selalu jujur dan tulus adanya.

Puisi "Kopi Selepas Magrib" di atas saya tulis tadi selepas magrib saat membaca berita tentang ketidaksikronan pendapat tentang BBM Bersubsidi antara Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Presiden Jokowi, Menko Airlangga Hartanto dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Persoalan yang sama tentang BBM Bersubsidi tapi menghasilkan diskusi dan beda pendapat yang tajam. Mereka berada dalam satu tim, tapi hasil akhirnya bisa berbeda. Saya mencoba menafsirkannya sebagai sebuah ketidakjujuran terhadap publik. Ini baru satu contoh. Mari kita coba tafsirkan dari aspek yang lain, seperti penegakan hukum, keadilan ekonomi, dan pendidikan.

Bidang Penegakan Hukum

Jika kita meneropong penegakan hukum, melalui puisi ini hendak menekankan pentingnya kejujuran dan ketulusan, yang merupakan nilai-nilai fundamental dalam sistem hukum yang adil. Lelaki tua yang berpegang teguh pada kejujuran menunjukkan bahwa integritas adalah kunci dalam menjaga keadilan. 

Seperti lelaki tua yang menjadi teladan dalam perbuatan baik, para penegak hukum juga harus berpegang pada prinsip kejujuran dan ketulusan untuk memastikan hukum diterapkan dengan adil dan tanpa diskriminasi. 

Dengan demikian, kejujuran dalam penegakan hukum menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan mendorong perilaku yang sesuai dengan hukum di antara warga negara.

Bidang Keadilan Ekonomi

Jika dilihat dari perspektif keadilan ekonomi, puisi ini menggambarkan kesederhanaan warung kopi sebagai simbol inklusivitas dan aksesibilitas. Warung kecil yang menjadi tempat berkumpulnya berbagai kalangan masyarakat, mencerminkan harapan akan ekonomi yang adil dan merata. 

Kebaikan dan ketulusan lelaki tua dalam membagikan kisahnya tanpa pamrih menunjukkan bagaimana berbagi ilmu dan pengalaman dapat mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline