Kopi, Hujan dan Roti Bakar
#PutibatentangKebenaranKejujuranKredibilitas
Di teras rumah kopi hitam mengepul,
Setiap tegukan, pahitnya mengingatkan,
Seperti kebenaran yang harus diterima,
Terasa getir di lidah kehidupan.
Orang tua berjuang tanpa kenal lelah,
Menanam benih kebenaran pada jiwa muda,
Tumbuh kokoh, meski badai datang,
Tak tergoyahkan oleh manisnya tipu daya.
Di luar sana, hujan turun membasahi bumi,
Tetesannya jujur tanpa pretensi,
Seperti kejujuran yang sejati,
Meski sederhana, berharga tak ternilai.
Guru mengajar dengan penuh kasih,
Menuntun langkah generasi penerus,
Jujur dalam tiap kata dan laku,
Membangun negeri dengan dasar yang tulus.
Di senja yang dingin, roti bakar menghangatkan,
Aromanya menggugah semangat yang terpendam,
Seperti kredibilitas yang harus dijaga,
Dipercaya dan dihormati sepanjang masa.
Setiap orang berperan dalam panggung kehidupan,
Menjadi teladan, menjadi inspirasi,
Di tengah hiruk pikuk politik,
Trio ini tetap hidup dalam hati dan tindakan.
Puisi "Kopi, Hujan dan Roti Bakar" hendak menggambarkan tiga nilai utama: kebenaran, kejujuran, dan kredibilitas. Penggunaan kopi sebagai simbol kebenaran yang pahit namun perlu diterima menunjukkan kepekaan penulis terhadap realitas kehidupan.
Namun, meskipun metafora ini kuat, kesan pahit dari kopi mungkin bisa diperhalus dengan menambahkan aspek lain dari kopi yang juga dinikmati banyak orang, seperti aroma atau kehangatannya, untuk memberikan dimensi tambahan pada simbolisme kebenaran. Lihatlah yang terjadi akhir-akhir ini di negara kita. Para pejabat sering bersilang kata ketika rakyat menagih janji-janji mereka.
Bahkan ada menteri yang terang-terangan tidak bisa bekerja ketika pusat data nasional (PDN) diretas malah tidak secara transparan bertanggung jawab menyerah dengan jujur bahwa dia tidak bekerja.
Tapi sampai hari ini, belum sekalipun saya membaca (maaf mungkin ada tetapi saya belum update berita) berita bahwa ada pejabat yang mengundurkan diri karena tidak bisa bekerja.
Kita juga menyaksikan di sidang-sidang korupsi, para pejabat dengan enteng menyalahkan pihak lain mengapa mereka sampai korupsi. Bahkan ada yang dengan alasan demi melayani negara sang menteri rela melakukan segala cara demi menyenangkan istri dan keluarga.