Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

Menjangkau Sesama dengan Buku

Kopi Selepas Misa Sore

Diperbarui: 23 Juni 2024   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: topipembina.blogspot.com)

Kopi Selepas Misa Sore

#PutibaCintaTanahAir


Di ruang suci, hati berpadu serasi,
Suara umat melantun Indonesia Raya,
Sebelum altar, dalam keheningan abadi,
Menyatukan cinta pada tanah air tercinta.

Dalam misa, doa terselip untuk negeri,
Lilin menyala, jiwa pun lebih terang,
Kenangan para pahlawan tak pernah mati,
Mereka hidup di setiap lagu yang kita dendang.

Selepas misa, kopi hangat di tangan,
Rasa syukur meresap dalam tiap tegukan,
Cinta pada bangsa mengalir tanpa batasan,
Doa terus terpanjat, untuk Indonesia, tanah harapan.

Sebuah Catatan:

Sore tadi, kami berkesempatan mengikuti perayaan ekaristi di Paroki tetangga, ke arah Selatan dari arah Ringroad Utara. Ada satu yang menarik untuk saya tulis kali ini yakni menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum lagu pembuka. Kebiasaan ini dimulai pasca covid. Pantas saya merasa heran karena sebelum covid kami misa di tempat ini belum ada kebiasaan untuk menyanyikan lagu Indonesia raya sebelum misa. Ini menarik! Karena paroki ini sebagian besar mahasiswa yang kuliah di beberapa kampus besar ada di wilayah Paroki ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka yang sudah merasa satu iman dalam ikatan Gereja Katolik, perlu pula diikat oleh sebuah semangat dalam satu ikatan akan tanah air.  

Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum perayaan ekaristi merupakan sebuah simbol yang mendalam dari rasa cinta dan pengabdian kepada tanah air. Dalam momen tersebut, umat berkumpul tidak hanya untuk berdoa dan memuji Tuhan, tetapi juga untuk memperkuat ikatan kebangsaan di antara mereka. Lagu kebangsaan yang menggema di dalam gereja menghadirkan suasana kebersamaan yang kental, meneguhkan bahwa cinta pada Tuhan dan cinta pada tanah air adalah dua hal yang saling melengkapi. Dalam Gereja Katolik ada istilah yang dikumandangkan oleh Mgr Albertus Soegijopranata, SJ: "Per Ecclesiam, pro Patria, Melalui Gereja untuk Negara." Gereja menjadi wadah yang menyatukan semangat kebangsaan karena gereja menjadi Indonesia mini. Di dalam gereja berkumpul orang dari berbagai latar belakang SARA.

Melalui nyanyian ini, umat diajak untuk merenung tentang perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa. Lagu Indonesia Raya mengingatkan kita pada jasa mereka yang telah berjuang demi kemerdekaan dan kemajuan negeri ini. Dalam suasana sakral perayaan ekaristi, doa-doa yang dipanjatkan juga mencakup harapan dan berkat bagi bangsa dan negara. Ini menjadi momen refleksi yang menyentuh, ketika umat tidak hanya berdoa untuk keselamatan jiwa, tetapi juga untuk kesejahteraan dan kemajuan tanah air tercinta.

Setelah perayaan ekaristi (misa), kebersamaan umat dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan bangga dan cinta tanah air yang telah dikuatkan dalam suasana sakral akan tercermin dalam tindakan dan perilaku mereka. Dengan demikian, menyanyikan lagu kebangsaan sebelum perayaan ekaristi tidak hanya menjadi sebuah ritual, tetapi juga sebuah komitmen untuk terus berkontribusi positif bagi bangsa dan negara, memperkuat semangat nasionalisme dalam setiap langkah kehidupan.

Alangkah indahnya jika kebiasaan yang dilakukan di Gereja Katolik Santo Yohanes Rasul Pringwulung, Condongcatur, Depok, Sleman, DIY, Keuskupan Agung Semarang ini menginspirasi Gereja Katolik lainnya di seluruh Indonesia. Ya, sebuah upaya menanamkan rasa nasionalisme dan patriotisme mulai dari Rumah Doa.

Selamat malam, selamat beristirahat. Salam NKRI

Kaki Merapi, 23 Juni 2024

Alfred B. Jogo Ena




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline